Jumat, 17 Januari 2014

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI (MPKnBN) TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPOSITION) SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 INDRALAYA



PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI (MPKnBN) TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPOSITION) SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 INDRALAYA

1.    Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, sehingga otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka hanya pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2010:1).
Pendidikan kita menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mendapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar baik formal maupun informal. Senada dengan itu berdasarkan UU No 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian diatas berarti proses pendidikan tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai (afektif), begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik). Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai pula signifikansi alih sikap (transfer of attitude). Hal ini seiring dengan pendapat Adimihardjo dalam (Kusuma,2010:10), bahwa fungsi pendidikan yang dibangun dan dikembangkan oleh suatu Negara adalah untuk meningkatkan peradaban civilization anak bangsa, agar memiliki nilai-nilai budaya yang lebih tinggi. Melalui peningkatan peradaban, diharapkan manusia akan berperilaku lebih arif dalam memelihara keseimbangan hubungan antara sesama manusia, lingkungan dimana mereka hidup, dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang telah diuraikan diatas, maka guru memiliki peranan yang sangat penting untuk transfer knowledge dalam proses belajar mengajar. Kedudukan guru sebagai tenaga pendidik yang profesional dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi  dalam  melaksanakan proses pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada BAB IV Pasal 19 menyatakan bahwa :
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
             Dengan demikian seorang guru harus mengoptimalkan tugasnya dalam melaksanakan proses pembelajaran, proses pembelajaran yang interaktif dan edukatif, pembelajaran yang tidak hanya terpusat kepada guru melainkan melibatkan keaktifan siswa yang didalamnya  terjadi dialog yang interaktif  antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan sumber belajar lainnya dalam setiap kegiatan belajar dikelas. Artinya guru memposisikan dirinya sebagai seseorang yang mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mampu memicu berpikir kritis siswa.
            Belajar, perkembangan, dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan tindakan sehari-hari. Secara umum pendidikan dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar dan perkembangan. Disamping itu juga, pendidikan merupakan suatu proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar (Dimyati dan Mujiono, 2009: 7).
            Menurut Budiningsih (2005: 20) belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi stimulus dan respon. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja. Sedangkan menurut Sagala (2010: 32) Proses pembelajaran merupakan bagian yang paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan pola atau cara yang logis, sistematis, dan mudah diaplikasikan dalam praktik pembelajaran atau PBM bagi guru. Senada dengan itu Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara atau pola yang digunakan untuk  mengaplikasikan  rencana proses belajar mengajar yang sudah disusun.
            Dalam hal ini guru sebagai seorang pendidik, pembimbing, pelatih dan pengajar serta pemimpin proses pembelajaran dituntut untuk dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, kreatif, efektif dan tidak membuat siswa bosan serta  melibatkan interaktif siswa dalam proses pembelajaran melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat agar tercipta proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain itu, peserta didik dapat mengekaplorasi relevansi dan kegunaannya dengan arus perkembangan zaman, serta dapat lebih terbuka, aktif, kreatif, dan demokratis. Disisi lain dari proses pembelajaran mengharapkan pengembangan keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik, yakni ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik yang menyangkut status, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara.
Menurut Kusuma (2010:81) model pembelajaran berbasis nilai bertujuan menjadi acuan/petunjuk praktis yang berpola bagi guru dalam membina peserta didik, agar memiliki tatanan nilai melalui pendekatan klarifikasi nilai, experiencing learning dan nilai-nilai yang berkaitan dengan kegiatan dasar manusia yang personalisasikan pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai, beraktivitas dengan proses menilai, dan membantu peserta didik menguasai keterampilan menerapkan proses menilai. Melalui model pembelajaran berbasis nilai diharapkan peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada semua matapelajaran khususnya matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah matapelajaran yang ada dalam setiap jenjang sekolah, salah satunya adalah jenjang pendidikan menengah dalam hal ini satuan pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas).  Dalam Pendidikan Kewarganegaraan terdapat tiga komponen utama, meliputi: pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak kewarganegaraan (civic disposition), yang perlu dimiliki seorang warga negara agar menjadi cerdas, berkarakter, dan partisipatif.
Menurut Margaret Stimman Branson (1998) terdapat tiga kompetensi utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan sebagai berikut,
What are essential components of a good civic education? There are three essential components: civic knowledge, civic skill, and civic disposition. The first essential component of civic education is civic knowledge that concerned with the content or what what citizens ought to know: the subject matter, if you will. The second essential component of civic education in a democratic society is civic skill: intellectual and participatory skills. The third essential component of civic education, civic dispositions, refer to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitusional democracy,”.

     Berdasarkan studi pendahuluan dengan teknik observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Indralaya dengan guru matapelajaran PKn diketahui bahwa sebelumnya model pembelajaran ini belum pernah diterapkan disekolah terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa, selama ini guru telah menggunakan metode jigsaw, Numbered Head Together, diskusi kelompok dan ceramah serta metode, strategi, dan model pembelajaran yang baru dari mahasiswa-mahasiswa PPL, seperti problem solving. Guru matapelajaran PKn menyebutkan bahwa mereka menggunakan metode ceramah dan diskusi untuk ketercapaian tujuan pembelajaran, setelah adanya mahasiswa PPL barulah mereka mengadakan variasi dalam pembelajaran namun untuk model pembelajaran berbasis nilai masih baru menurut mereka. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran berbasis nilai pada kelas XI di SMA Negeri 1 Indralaya. Terutama pada kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3, setelah melihat hasil penilaian yang telah dilakukan oleh guru.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik  untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI (MPKnBN) TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPOSITION) SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 INDRALAYA”.

2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai (MPKnBN) terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran Pkn di SMA Negeri 1 Indralaya?”




3.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis nilai terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran Pkn di SMA Negeri 1 Indralaya.

4.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik itu secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
4.1    Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan pengetahuan  yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai (MPKnBN) terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran Pkn.

4.2    Secara Praktis
4.2.1   Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan yang berlebih kepada siswa mengenai penerapan pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai dalam meningkatkan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran PKn.

4.2.2   Bagi Guru
Hasil penelitian  ini dapat memberikan informasi bagi guru-guru PKn di SMA Negeri I Indralaya  dalam meningkatkan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa melalui penerapan model pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai.

4.2.3   Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan variasi pembelajaran PKn khususnya  yang diberlakukan di SMA Negeri I Inderalaya.

4.2.4   Bagi Peneliti
Dapat dijadikan bekal untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional dengan menerapkan model pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa.
5.        Tinjauan Pustaka
5.1    Model Pembelajaran
5.1.1   Pengertian Model Pembelajaran
Secara umum model pembelajaran dapat diartikan sebagai landasan praktik dalam proses pembelajaran. Menurut Sagala (2009: 176) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mendeskrifsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Sedangkan, menurut Suprijono (2012: 46) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Senada dengan itu Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.
Dari definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran adalah cara yang digunakan guru menyampaikan materi ajar yang dijadikan pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas.

5.1.2   Ciri-Ciri Model Pembelajaran
Berdasarkan Rusman (2011:136) model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai conyoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
2.    Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3.    Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4.    Memiliki bagian-bagian model: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5.    Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6.    Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Menurut Wahab (2008:54) mengatakan bahwa pada umumnya model-model mengajar yang baik memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut:
1.    Memiliki prosedur yang sistematik.
2.    Hasil belajar ditetapkan secara khusus.
3.    Penetapan lingkungan secara khusus.
4.    Ukuran keberhasilan.
5.    Interaksi dengan lingkungan.

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa, ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu: 1) memiliki prosedur ilmiah dan sistematis, 2) hasil belajar yang spesifik, 3) kejelasan lingkungan belajar, 4) ada kriteria hasil belajar, dan 5) proses pembeljaran yang jelas.

5.2    Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
5.2.1   Pengertian Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Pendidikan nilai dimaknai sebagai: (a) penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang; (b) bantuan terhadap peserta didik, agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta penempatannnya secara integral dalam keseluruhan hidupnya; (c) pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten (Mulyana, 2004).
Model pendidikan kewarganegaraan berbasis nilai (MPKnBN), dimaknai sebagai model pendidikan yang berdimensi nilai (nilai agama, nilai budaya, nilai pendidikan, dan nilai kebangsaan atau nasionalisme), moral, dan norma, yang menjadikan seseorang mampu memperjelas dan menentukan sikap terhadap substansi nilai dan norma dalam sistem dinamika kehidupan beriman dan berbudaya, pembentukan jati diri, warga negara yang bertanggung jawab, dan menjadi totalitas suatu bangsa yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sebagai manusia Indonesia seutuhnya (Kusuma, 2010:15).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai model pembelajaran PKn berbasis niali diatas penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran PKn berbasis nilai merupakan model pembelajaran berbentuk penanaman nilai yang dapat memberikan kepercayaan dan keyakinan pada diri siswa sehingga terbentuknya jadi diri yang bertanggung jawab dan bertindak konsisten.

5.2.2   Tujuan Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Penerapan suatu model pembelajaran dilakukan bukan hanya untuk memudahkan proses penyampaian materi ajar kepada peserta didik akan tetapi guna memvariasikan pembelajaran yang dilakukan sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang berbeda dan bermakna disetiap proses pembelajaran yang dijalaninya, begitupun dengan penerapan model pembelajaran PKn berbasis nilai.
Tujuan dari model pembelajaran PKn berbasis nilai adalah “bertujuan menjadi acuan/petunjuk praktis yang berpola bagi guru dalam membina peserta didik, agar memiliki tatanan nilai melalui pendekatan klarifikasi nilai dan nilai-nilai yang berkaitan dengan kegiatan dasar manusia yang dipersonalisasikan pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai, beraktivitas dengan proses menilai, dan membantu peserta didik menguasai keterampilan menerapkan proses menilai.” (Kusuma, 2010:81).
Adapun tujuan-tujuan lain dari model pembelajaran PKn berbasis nilai Kusuma (2010) adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan para siswa untuk menjadi warga negara yang baik;
2.    Membimbing peserta didik untuk belajar bagaimana cara berpikir;
3.    Mempelajari kembali warisan budaya bangsa;
4.    Tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai berdasarkan landasan fundamental nilai agama, nilai budaya, nilai pendidikan, nilai nasionalime;
5.    Perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai;
6.    Memiliki kepribadian utuh dengan mental character and national building.

Dari beberapa tujuan model pembelajaran PKn berbasis nilai di atas penulis menyimpulkan tujuan dari model pembelajaran PKn berbasis nilai adalah untuk menyiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik melalui proses menilai.

5.2.3   Langkah-langkah Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Dalam melaksanakan model pembelajaran terdapat langkah-langkah yang procedural yang harus dilakukan oleh guru dan peserta didik, sehingga model pembelajaran yang diinginkan dapat berjalan dengan baik. Pengkondisian suasana pembelajaran dengan gaya belajar yang menyenangkan dan nyaman pada setiap proses pembelajaran PKn disekolah, setidaknya dapat dilakukan melalui langkah kegiatan pembelajaran yang senantiasa diarahkan pada peningkatan kemampuan peserta didik (Kusuma, 2010:308).
Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran PKn berbasis nilai, Kusuma (2010: 309-310), sebagai berikut:
1.         Guru membentuk kelompok belajar ‘cooperative learning’ dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta didik;
2.         Guru menyajikan materi pembelajaran melalui cara ‘experiencing learning’ dan ‘problem solving’ dengan memberikan beberapa topik standar kompetensi dan permasalahan konflik nilai tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk didiskusikan dalam kelompok belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut sesuai dengan pemahaman peserta didik;
3.         Untuk dapat menggugah daya analisis dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan mengambil keputusan dari peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran standar kompetensi didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’ hadiah yang disediakan oleh peserta didik sendiri dan ‘punishment’ memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
4.         Guru menyimpulkan pembahasan permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan dengan tatanan basis nilai sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan topik standar kompetensi dan pemecahan masalah;
5.         Guru menekankan urgensi tatanan basis nilai dalam setiap langkah sistem dinamika hidup manusia, yakni basis nilai kemanusiaan-humanisme, nilai politik: kebangsaan/nasionalisme dan nilai musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai seni, nilai ekonomi dan nilai kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia Indonesia seutuhnya;
6.         Guru memotivasi pembelajaran untuk meningkatkan analisis agar peserta didik meningkatkan kemampuan ‘membaca’.

Dari beberapa langkah-langkah  di atas dapat disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran PKn berbasis nilai meliputi pembagian kelompok, pemberian topik, penelaahan, pemberian reward dan punisment, penyimpulan pembahasan, penekanan urgensi tatanan basis nilai dan pemberian motivasi.

5.2.4   Kelebihan Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran itu mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan guru yang tidak memakai model pembelajaran dalam proses mengajarnya, dan setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan yang berbeda-beda.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran PKn berbasis nilai, antara lain:
1.    Siswa belajar lebih aktif;
2.    Siswa mendapat kejelasan tentang nilai-nilai yang dapat dipertahankan secara moral;
3.    Siswa terbiasa membangun budaya kerjasama memecahkan masalah dalam belajar;
4.    Membiasakan siswa bersikap menghargai dan mengapresiasi hasil belajar kawannya. (Purbarini :7)

Dari beberapa kelebihan model pembelajaran PKn berbasis nilai penulis menyimpulkan kelebihan model pembelajaran PKn berbasis nilai adalah dapat membiasakan siswa belajar lebih aktif, mendapat kejelasan tentang nilai-nilai, membangun budaya kerjasama, dan menumbuhkan sikap menghargai.

5.2.5   Kelemahan Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang menggunakan model yang tepat, karena tidak ada suatu model pembelajaran yang sempurna, dengan kata lain setiap model pembelajaran terdapat kelemahan didalamnya.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran PKn berbasis nilai, antara lain:
1.    Masalah nilai (value) merupakan masalah abstrak, sehingga sulit diungkap secara kongkrit;
2.    Terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah nilai sulit dihindari, sehingga kadang-kadang mengundang kebingungan para siswa;
3.    Masalah nilai adalah masalah apa yang diinginkan, seharusnya (normatif), karenanya sering terdapat kesenjangan dengan apa yang terjadi dalam praktek nyata (empiris). (Purbarini:7)

Dari ketiga poin kelemahan model pembelajaran PKn berbasis nilai dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PKn berbasis nilai mempunyai kelemahan dalam proses pelaksanaannya diantaranya masalah nilai masih abstrak sehingga terjadi perbedaan pendapat dan kadang mengundang kebingungan siswa serta  sering terdapat kesenjangan antara apa yang terjadi dalam praktek nyata (empiris) dengan seharusnya (normatif).

5.3    Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition)
5.3.1   Pengertian Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Civic disposition merupakan salah satu komponen pendidikan kewarganegaraan. Civic disposition diterjemahkan sebagai watak, sikap, atau karakter kewarganegaraan. Ada juga yang menyebutnya sebagi nilai kewarganegaraan (civic value). Branson (1998) menyatakan sebagai berikut: “The third essential component of civic education, civic disposition, refers to the traits of privat and public character essential to the maintenance and improvement of contitusional democracy”.
Selanjutnya dikatakan,
Civic dispositions, like civic skills, develop slowly over time and as a result of what one learns and experiences in the home, school, community, and organizations of civil society. Those experiences should engender understanding that democracy requires the responsible self governance of each individual; one cannot exist without the other. Traits of private character such as moral responsibility, self discipline, and respect for the worth and human dignity of every individual are imperative. Traits of public character are no less consequential. Such traits as public spiritedness, cicility, respect for the rule of law, critical mindedness, and willingness to listen, negotiate, and compromise are indispensable to democracy’s success.”(Branson,1998)

Watak/sikap kewarganegaraan (civic disposition) sebagai komponen dasar ketiga civic education menunjuk pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegoisasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
John J Patrick dalam “Introduction to Education for Civic Engagement in Democracy” (2003), menyebut civic disposition sebagai disposition of citizenship in a democracy yang terdiri atas:
1.      Affirming the common and equal humanity and dignity of each person.
2.      Respecting, protecting, and exercising rights prossessed equally by each person.
3.      Participating responsibly in the political and civic life of the community.
4.      Practicing self-government and supporting government by consent of the governed.
5.      Exemplifying the moral traits of democratic citizenship.
6.      Promoting the common good.
Sedangkan menurut Cholisin (2005:8) karakter kewarganegaraan (civic dispositions) merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap warga negara untuk mendukung efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya martabat dan harga diri dan kepentingan umum. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa civic disposition adalah salah satu komponen pendidikan kewarganegaraan, yang sering terjemahkan dengan watak, sikap, karakter, yang harus dimiliki setiap warga negara.

5.3.2   Indikator Sikap Kewarganegaraa (Civic Disposition)
Branson (1998) mengemukakan bahwa indikator dari sikap kewarganegaraan (civic disposition) dibedakan menjadi dua, yaitu karakter privat, dan publik. “Traits of private character such as moral responsibility, self discipline, and respect for the worth and human dignity of every individual are imperative. Traits of public character are no less consequential. Such traits as public spiritedness, cicility, respect for the rule of law, critical mindedness, and willingness to listen, negotiate, and compromise are indispensable to democracy’s success” (Branson,1998).
Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegoisasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
Oleh karena itu ciri-ciri watak/karakter privat (pribadi) dan karakter publik (kemasyarakatan) yang utama meliputi:
1.      Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri).
Karakter ini merupakan keputusan secara suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang timbul dari perbuatannya serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokrasi.
2.      Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan kewarganegaraan di bidang ekomoni dan politik.
Yang  termasuk karakter ini, antara lain :
·         Mengurusi diri sendiri;
·         Memberi nafkah/menopang keluarga;
·         Merawat, mengurus dan mendidik anak;
·         Mengikuti informasi tentang issue-isue publik;
·         Memberikan suara;
·         Membayar pajak;
·         Menjadi saksi pengadilan;
·         Memberikan pelayanan kepada masyarakat;
·         Melakukan tugas kepemimpinan sesuai dengan bakat dan kemampuan sendiri/ masing-masing.
3.      Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu.
Yang termasuk karakter ini, antara lain:
·         mendengarkan pendapat orang lain;
·         berperilaku santun (bersikap sopan;
·         menghargai hak dan kepentingan sesama warganegara;
·         mematuhi prinsip aturan mayoritas, namun tetap menghargai hak minoritas untuk berpendapat.
4.      Berpartisispasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan efektif.
Karakter ini menghendaki pemilikan informasi yang luas sebelum memberikan suara (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik, keterlibatan dalam diskusi yang santun dan serius, dan memegang kendali kepemimpinan yang sesuai. Juga menghendaki kemampuan membuat evaluasi kapan saatnya kepentingan pribadi sebagai warga negara dikesampingkan demi kepentingan umum dan kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional untuk menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.
Sifat-sifat warganegara yang dapat menunjang karakter berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan (publik), diantaranya:
a)      Keberadaan (civility),
b)      Menghormati hak-hak orang lain,
c)      Menghormati hukum,
d)     Jujur,
e)      Berpikiran terbuka,
f)       Berpikir kritis,
g)      Bersedia melakukan negosiasi dan berkompromi,
h)      Ulet/ tidak mudah putus asa,
i)        Berpikiran kewarganegaraan,
j)        Keharuan/memiliki perasaan kasihan,
k)      Patriotisme,
l)        Keteguhan hati,
m)    Toleran terhadap ketidakpastian.
5.      Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional yang sehat.
Karakter ini mengarahkan warganegara agar bekerja dengan cara-cara damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan bijaksana. Yang termasuk dalam karakter ini, antara lain:
·           Sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik;
·           Melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional;
·           Memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan apabila terdapat kekurangannya.
Dapat disimpulkan, secara sederhana indikator dari sikap kewarganegaraan (civic disposition), yaitu:
1.      Bertanggung jawab.
2.      Jujur.
3.      Mandiri.
4.      Berpikir kritis.
5.      Sopan.
6.      Mau mendengar.
7.      Bernegosiasi.
8.      Mau berkompromi.

5.4. Matapelajaran PKn
5.4.1. Pengertian Matapelajaran PKn
   Matapelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang ada dalam setiap jenjang pendidikan dari mulai jenjang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi, matapelajaran PKn adalah suatu matapelajaran yang memfokuskan kepada pembentukan karakter peserta didik  untuk menjadi seorang  yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dan untuk menjadi warga negara yang baik  sesuai yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD  1945. Hal ini sesuai dengan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:232) yang menyatakan bahwa:
Matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan matapelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dimanatkan Pancasila dan UUD 1945.

             Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matapelajaran PKn adalah matapelajaran  yang ditujukan untuk pembentukan warga negara Indonesia yang baik sesuai yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
             
5.4.2. Tujuan Matapelajaran PKn
              Matapelajaran PKn mempunyai tujuan dalam keberadaannya disetiap jenjang pendidikan, sebagaimana yang tertuang dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:232) adalah sebagai berikut:
1.Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2.Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi;
3.Berkembang secara posistif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
4.Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsungdengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
               Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa matapelajaran PKn dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peserta didik terkhusus guru sebagai pendidik, pembimbing dan pelatih dalam dunia pendidikan  bahwa dengan matapelajaran PKn kita diharapkan untuk dapat mengembangkan karakter diri sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan dapat berpartisipasi aktif untuk bertanggungjawab dalam urusan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

5.4.3. Visi dan Misi Matapelajaran PKn
            Matapelajaran PKn memiliki  visi dan misi yang hendak dicapai. Berdasarkan Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (235:2006) visi dan misi matapelajaran PKn adalah sebagai berikut:
Visi matapelajaran PKn adalah terwujudnya suatu matapelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa dan pemberdayaan warga negara. Sedangkan misi matapelajaran PKn adalah membentuk  warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup  melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945.

            Hal ini sejalan dengan Kurikulum Depdiknas (2004:3) mengenai visi dan misi matapelajaran PKn bahwa :
Visi matapelajaran PKn adalah terwujudnya suatu matapelajaran yang  berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (national and character building) dan pemberdayaan warga negara, sedangkan misinya adalah warga negara yang baik, yakni warga negara yang memiliki kesadaran politik, kesadaran hukum dan kesadaran moral.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan visi dan misi matapelajaran PKn adalah untuk mewujudkan warga negara yang baik, salah satu perwujudannya adalah dengan membentuk karakter bangsa yang sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia.

5.4.4.  Ruang Lingkup Matapelajaran PKn
               Keberadaan matapelajaran PKn disetiap jenjang pendidikan memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan matapelajaran yang lainnnnya.Berdasarkan Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 232-234) bahwa ruang lingkup matapelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.   Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda,  partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap negara kesatuan republik indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap negara kesatuan reublik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan;
2.   Norma, hukum dan peraturan meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional;
3.   Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM;
4.   Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara;
5.   Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan pertama, konstitusi-kontitusi yang pernah digunakan diindonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi;
6.   Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan, pemerintah daerrah dan daerah otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi;
7.   Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengalaman nila-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka;
8.   Globalisasi meliputi: globaisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia diera globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasonal, dan mengevaluasi globalisasi.
              Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa ruang lingkup dari matapelajaran PKn meliputi persatuan dan kesatuan, norma, hukum dan peratuan lainnya, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan, Pancasila dan globalisasi.

5.5    Kerangka Berpikir
Uma Sekaran (dalam Sugiono, 2012:93) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti, yang akan dirumuskan dalam paradigma penelitian.
Tahap Pelaksanaan
Menurut Suriasumantri (dalam Sugiono, 2012:94) mengemukakan bahwa kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kerangka pemikiran merupakan gambaran awal peneliti terhadap gejala-gejala yang menjadi permasalahan penelitian.
Penerapan model pembelajaran berbasis nilai
Studi Pendahuluan
-       Studi literatur
-       Studi lapangan
-       Kondisi siswa
-       Pendapat guru
-       Menentukan objek penelitian yaitu siswa SMA

Menyusun instrumen penelitian dan pembelajaran
Observasi civic disposition pra penerapan model pembelajaran berbasis nilai
Tahap Persiapan
Observasi civic disposition pasca penerapan model pembelajaran berbasis nilai

Tahap Akhir
Pengolahan data dan Analisis data penelitian
Pembahasan dan penyusunan laporan  penelitian
Kesimpulan
 













Bagan 1. Kerangka Berpikir

6.   Anggapan Dasar
Dalam melaksanakan penelitiannya seorang peneliti harus mempunyai sesuatu yang diyakini sebagai tempat awal berpijak dalam melaksanakan penelitiannya.
Menurut Arikunto (2010:63) “anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenaran oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.” Sedangkan menurut Winarno Surakhman (dalam Arikunto, 2010: 104) “anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang dipakai tempat berpijak dalam melaksanakan penelitiannya. Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1.        Model pembelajaran berbasis nilai merupakan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran berbentuk penanaman nilai yang memberikan kepercayaan dan keyakinan pada diri siswa untuk menjadi warga negara yang baik.
2.        Sikap kewarganegaraan (civic disposition) dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran berupa kegiatan afektif dalam menyelesaikan permasalahan seperti bertanggung jawab, jujur, mandiri, berpikir kritis, sopan, mau mendengar, bernegosiasi, dan mau berkompromi.

7.        Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara dari peneliti atas permasalahan penelitian yang menjadi objek dalam penelitian yang sedang ditelitinya. Menurut Arikunto (2010:112) “hipotesis adalah pernyataan penting kedudukannya dalam penelitian”. Sedangkan menurut Sugiono (2012:99) “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan”. Hal ini sejalan dengan Subana (2000: 112) yang menyatakan bahwa “hipotesis juga menjadi kendali bagi seorang peneliti agar arah penelitian sesuai dengan tujuan penelitiannya”.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang berisi dugaan sementara terhadap permasalahan penelitian dan mempunyai kedudukan penting dalam penelitian serta dianggap paling tinggi tingkat kebenarannya dan memerlukan data untuk menguji kebenaran dugaan.
Adapun jenis hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif atau kerja (Ha) dan Hipotesis nol (Ho) sedangkan bentuk hipotesis dalam penelitian ini adalah bentuk hipotesis asosiatif yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menanyakan hubungan dua variabel, dalam hal ini menyanakan hubungan penerapan metode pembelajaran berbasis nilai terhadap sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa:
Ha          : Ada pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam meningkatkan sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa pada matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 1 Inderalaya.
Ho         : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam meningkatkan sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa pada matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 1 Inderalaya.

8.        Metodologi Penelitian
8.1    Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu yang dijadikan atribut dalam penelitian dan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiono (2012:63) “variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”.
Sedangkan menurut Arikunto (2010:161) “ variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. variabel juga merupakan sesuatu yang dapat diukur, hal ini sejalan dengan pendapat Kountur (2009:47) “ciri khas dari variabel adalah sesuatu yang dapat diukur”. 
Dari beberapa definisi variabel dapat disimpulkan bahwa variabel penelitan adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan  ditetapkan oleh peneliti serta menjadi pusat perhatian dalam penelitiannya untuk dipelajari guna mendapat informasi yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan.Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel X (variabel independen/bebas) dan variabel Y (variabel dependen/terikat) antara lain sebagai berikut:
1.    Penerapan model pembelajaran berbasis nilai (Variabel Bebas).
2.    Sikap kewarganegaraan (civic disposition), (Variabel terikat).

8.2    Definisi Operasional Variabel
8.2.1   Model Pembelajaran Berbasis Nilai
Yang dimaksud penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran pada matapelajaran PKn dikelas XI SMA negeri 1 Inderalaya, pada pokok bahasan sistem hukum dan peradilan internasional dengan standar kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional yang berbentuk penanaman nilai.  Adapun indikator dalam model pembelajaran berbasis nilai adalah:
1.           Guru membentuk kelompok belajar ‘cooperative learning’ dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta didik;
2.         Guru menyajikan materi pembelajaran melalui cara ‘experiencing learning’ dan ‘problem solving’ dengan memberikan beberapa topik standar kompetensi dan permasalahan konflik nilai tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk didiskusikan dalam kelompok belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut sesuai dengan pemahaman peserta didik;
3.         Untuk dapat menggugah daya analisis dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan mengambil keputusan dari peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran standar kompetensi didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’ hadiah yang disediakan oleh peserta didik sendiri dan ‘punishment’ memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
4.         Guru menyimpulkan pembahasan permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan dengan tatanan basis nilai sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan topik standar kompetensi dan pemecahan masalah;
5.         Guru menekankan urgensi tatanan basis nilai dalam setiap langkah sistem dinamika hidup manusia, yakni basis nilai kemanusiaan-humanisme, nilai politik: kebangsaan/nasionalisme dan nilai musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai seni, nilai ekonomi dan nilai kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia Indonesia seutuhnya;
6.         Guru memotivasi pembelajaran untuk meningkatkan analisis agar peserta didik meningkatkan kemampuan ‘membaca’.

8.2.2   Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Yang dimaksud sikap kewarganegaraan (civic disposition) dalam penelitian ini adalah sikap siswa pada kegiatan belajar pada saat proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang meliputi bertanggung jawab, jujur, mandiri, berpikir kritis, sopan, mau mendengar, bernegosiasi, dan mau berkompromi. Adapun indikator-indikator sikap kewarganegaraan (civic disposition) dalam penelitian ini adalah:
1.      Bertanggung jawab.
2.      Jujur.
3.      Mandiri.
4.      Berpikir kritis.
5.      Sopan.
6.      Mau mendengar.
7.      Bernegosiasi.
8.      Mau berkompromi.

8.3    Populasi dan Sampel
8.3.1   Populasi
Dalam penelitian terdapat populasi yang merupakan keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti, menurut Sugiyono (2012:119) “populasi adalah  wilayah generalisasi  yang terdiri atas:  objek atau subjek yang mempunyai kualitas  dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan menurut Arikunto (2010:173) “populasi adalah  keseluruhan subjek penelitian”.
Dari beberapa definisi populasi di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek atau objek penelitian yang menjadi fokus peneliti dalam penelitiannya untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri I Inderalaya yang berjumlah 552 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
TABEL 1
 POPULASI PENELITIAN
NO
KELAS
JUMLAH SISWA
TOTAL
Laki-laki
Perempuan
1
Kelas X A
6
25
31
Kelas X B
7
25
32
Kelas X C
5
24
29
Kelas X D
7
24
31
Kelas X E
7
23
30
Kelas X F
6
26
32
2
Kelas XI IPA I
7
26
33
Kelas XI IPA II
8
24
32
Kelas XI IPA III
6
25
31
Kelas XI IPS I
9
18
27
Kelas XI IPS II
9
17
26
Kelas XI IPS III
9
17
26
3





Kelas XII IPA I
9
22
31
Kelas XII IPA II
8
21
29
Kelas XII IPA III
11
19
30
Kelas XII IPS I
13
23
36
Kelas XII IPS II
12
22
34
Kelas XII IPS III
12
20
32
Total Populasi


552
Sumber data: Tata Usaha SMA Negeri 1 Inderalaya
8.3.2   Sampel
Seorang peneliti harus memiliki sampel dalam melaksanakan penelitiannya sehingga penelitian dapat dilakukan dengan mudah dan terfokus. Menurut Sugiyono (2012:120) “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Begitupun yang dikatakan oleh Arikunto (2010:174) “sampel adalah  sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Teknik pemilihan sampel pada peneltian ini adalah purposive sampling,  yaitu  teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini peneliti memilih seluruh kelas XI, teknik ini dimulai dengan cara melihat nilai hasil ujian semester dan proses pembelajaran siswa secara langsung, dan kemudian didapatkan kelas XI IPA III  sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA II sebagai kelas eksperimen dikarenakan kelas XI IPA II dan kelas XI IPA III merupakan dua kelas yang taraf sikap kewarganegaraanny masih kurang bila dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya dan niai hasil ujian semester sebagian siswanya masih banyak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
TABEL 2
SAMPEL PENELITIAN
NO
KELAS
JUMLAH SISWA
TOTAL
Laki-laki
Perempuan
1.
Kelas Eksperimen (XI IPA 2)
8
24
32
2.
Kelas Kontrol (XI IPA 3)
6
25
31
Total Sampel


62

8.4    Langkah-Langkah Penelitian Eksperimen
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode quasi eksperimental design, adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:
Langkah-langkah eksperimen dalam penelitian ini adalah:
1.   Penelitian ini menggunakan penelitian quasi eksperimental design, dengan tipe pretest-posttest nonequivalent-group design . dimana peneliti akan melakukan observasi sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan pada kelas eksperimen, serta akan melakukan observasi sebelum dan sesudah pada kelas kontrol yang diberikan placebo. Untuk penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling dengan cara pengamatan langsung dalam proses pembelajaran seluruh kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil pengamatan tersebut didapat untuk kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA II dengan jumlah 32 orang siswa dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPA III dengan jumlah siswa 31 orang siswa.
2.   Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai panduan peneliti dalam mengajar dan mengimplementasikan penerapan model pembelajaran berbasis nilai pada kelas eksperimen yang dilakukan 6 kali pertemuan dengan pokok bahasan sistem hukum dan peradilan internasional. Dengan standar kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional. Pada kelas eksperimen akan diberikan perlakuan  dengan menggunakan model pembelajaran berbasis nilai dan kelas kontrol akan diterapkan model pembelajaran  yang biasa dipakai oleh guru bidang studi.
3.   Untuk melihat sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol maka pada saat proses pembelajaran dilakukan observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
4.   Setelah diperoleh nilai keaktifan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, selanjutnya dilakukan uji hipotesis  untuk melihat pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis nilai terhadap sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
Rencana  Pelaksanaan Pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
1. Kelas Eksperimen
a.       Menentukan pokok bahasan yaitu sistem hukum dan peradilan internasional. Dengan standar kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional sebanyak 6 kali pertemuan. Penerapan model pembelajaran berbasis nilai dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
-       Guru membentuk kelompok belajar ‘cooperative learning’ dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta didik;
-       Guru menyajikan materi pembelajaran melalui cara ‘experiencing learning’ dan ‘problem solving’ dengan memberikan beberapa topik standar kompetensi dan permasalahan konflik nilai tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk didiskusikan dalam kelompok belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut sesuai dengan pemahaman peserta didik;
-       Untuk dapat menggugah daya analisis dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan mengambil keputusan dari peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran standar kompetensi didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’ hadiah yang disediakan oleh peserta didik sendiri dan ‘punishment’ memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
-       Guru menyimpulkan pembahasan permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan dengan tatanan basis nilai sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan topik standar kompetensi dan pemecahan masalah;
-       Guru menekankan urgensi tatanan basis nilai dalam setiap langkah sistem dinamika hidup manusia, yakni basis nilai kemanusiaan-humanisme, nilai politik: kebangsaan/nasionalisme dan nilai musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai seni, nilai ekonomi dan nilai kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia Indonesia seutuhnya;
-       Guru memotivasi pembelajaran untuk meningkatkan analisis agar peserta didik meningkatkan kemampuan ‘membaca’.
b.      Mengadakan penilaian terhadap sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa berdasarkan pedoman observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
c.       Melakukan penyebaran angket pada akhir pembelajaran untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis nilai.
2. Kelas Kontrol
a.       Menentukan pokok bahasan yaitu sistem hukum dan peradilan internasional. Dengan standar kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional sebanyak 6 kali pertemuan dengan tidak mengggunakan model pembelajaran berbasis nilai, tetapi menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru bidang studi.
b.      Mengadakan penilaian terhadap berdasarkan pedoman observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa .

9.        Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data sesuai dengan yang diharapkan maka dalam penelitian peneliti  menggunakan dua metode pengunpulan data, yaitu:
9.1    Metode Observasi
Ada beberapa  definisi observasi, diantaranya adalah:
Menurut Hadi yang dikutip oleh Sugiyono (2012:196) “mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis”.
Adapun menurut Arikunto (2010:199), “metode observasi adalah metode yang dilengkapi dengan format atau blangko pengamatan  sebagai instrument. Format yang yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku  yang digambarkan akan terjadi”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan observasi adalah suatu metode yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian melalui pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang dilengkapi dengan format dan blangko pengamatan sebagai instrument.
Metode observasi ini digunakan untuk mendapatkan data tentang sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa .  Teknik observasi yang digunakan dalam dalam pengumpulan data penelitian ini adalah  teknik Observasi Partisipan dimana dalam teknik ini peneliti dalam melaksanakan observasi secara langsung dalam mengamati dan mencatat objek dalam penelitian, sehingga observer langsung bersama objek yang diselidiki. sedangkan teknik observasi dari segi instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi terstruktur atau dapat disebut juga dengan teknik observasi sistematik, dalam hal ini peneliti telah merancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati yang dilengkapi dengan kategori atau indikator yang akan diamati. Yang diobservasi dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar dikelas serta aktivitas yang terjadi didalamnya. Dalam hal ini yang diamati dalam proses belajar mengajar adalah berupa aktivitas-aktivitas siswa. Indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk diamati adalah berupa kegiatan atau aktivitas:
-          siswa dapat bertanggung jawab
-          siswa dapat jujur.
-          siswa dapat mandiri.
-          siswa dapat berpikir kritis.
-          siswa dapat sopan.
-          siswa mau mendengar.
-          siswa dapat bernegosiasi.
-          siswa mau berkompromi.
Adapun dalam pelaksanaan observasi  yang terstruktur atau sistematis yang menggunakan kategori-kategori yang relatif rinci, maka untuk memudahkan dalam melakukan observasi peneliti menggunakan alat  berupa daftar cek (check list) sehingga penilaian hanya dengan memberikan tanda check (Ö ) untuk pilihan kategori yang tepat, kemudian dari kategori ini diberikan penskoran untuk memperoleh nilai sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.

9.2    Metode Angket
Ada beberapa pengertian mengenai angket diantaranya sebagai berikut:       Menurut Arikunto (2010:194) “angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis  yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Jadi angket adalah suatu cara dalam melakukan pengumpulan data dalam proses penelitian yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang hal-hal yang diketahuinya secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden).
Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang respon dari siswa mengenai efektivitas penerapan model pembelajaran berbasis nilai pada pembelajaran PKn.  Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini bila dipandang dari cara menjawab angket adalah  jenis angket tertutup karena jawaban yang ada dalam angket sudah disediakan, responden hanya tinggal memilih saja. Sedangkan bila dilihat dari jenis angket dari segi bentuknya maka jenis angket yang digunakan adalah rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya dari mulai sangat setuju sampai kesangat tidak setuju. Angket ini akan diberikan kepada siswa  pada akhir pembelajaran  dengan indikator sebagai berikut:
1.    Model Pembelajaran Berbasis Nilai
-          Dapat memecahkan masalah
-          Membuat kesimpulan permasalahan
-          Dapat mengemukakan pendapat
-          Melaksanakan pembahasan permasalahan bersama
-          Efektivitas waktu dalam pembelajaran
-          Kelemahan dan kelebihan model pembelajaran berbasis nilai
2.    Sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa
-          Bertanggung jawab.
-          Jujur.
-          Mandiri.
-          Berpikir kritis.
-          Sopan.
-          Mau mendengar.
-          Bernegosiasi.
-          Mau berkompromi.
-          Dengan melakukan pengukuran instrument angket:
Pengukuran angket dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negatif, yang dapat berupa kata-kata berupa kata-kata antara:
No
Pernyataan
Skor
1
Setuju/selalu/ sangat positif diberi skor         
5
2
Setuju/ sering/ selalu/ positif diberi skor
4
3
Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor
3
4
Tidak setuju/ hampir tidak pernah/ negatif diberi skor          
2
5
Sangat tidak setuju/tidak pernah/sangat positif diberi skor   
1

Dalam melakukan pengukuran instrumen angket:
1. Validitas Angket
Digunakan rumus Korelasi Product Moment, yaitu:
rxy=
Keterangan:
-          rxy                           =  Koefisien validitas
-                         = Perkalian antara x dan y
-          X2                          = Kuadrat nilai x
-          y2                            = Kuadrat nilai y                                 (Arikunto,2010:213)
2. Reliabilitas Angket
Menggunakan rumus alpha, yaitu:
R11         =
Keterangan:
-          R11                         = Reliabilitas Instrumen
-          K                     = Banyaknya soal
-                      =  Jumlah varian butir
-                           = Varian total                                 (Arikunto, 2010:239)                   Data yang diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden dianalisis dengan cara menjumlahkan seluruh jawaban yang diperoleh dari responden dan menskor sesuai dengan alternatif jawaban kemudian dikelompokkan berdasarkan indikator pertanyaan, setelah itu data tersebut dideskripsikan berdasarkan persentase.

10.    Teknik Analisis Data
10.1     Data Observasi Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition) Siswa
Langkah-langkah        :
a.    Pemberian tanda check (Ö) pada tiap deskriptor  dilembar observasi
b.   Skor yang diperoleh dikonversikan menjadi nilai dengan rumus, yaitu:
Keterangan:
nm   = Jumlah item dicek dari tiap aspek daftar cek
N     = Jumlah seluruh item dari aspek daftar cek
100 = bilangan tetap
c. Nilai keaktifan belajar siswa dikonfersikan dengan kategori:
TABEL 3
KATEGORI TINGKAT KEKTIFAN SISWA
No.
Persentase
Kategori
1.
80-100
Sangat aktif
2.
60-79
Aktif
   3.
40-59
Cukup aktif
4.
20-39
Kurang aktif
5.
0-19
Sangat kurang aktif

10.2. Data Angket
Untuk mencari persentase digunakan rumus sebagai berikut :
% =
Dimana, rerata (Mean)
X =
Keterangan:
X = Rata-rata
= Jumlah skor pernyataan siswa
n = Sampel
TABEL 4
Kriteria Penilaian Angket
Nilai Persentase
Kriteria Penilaian
86% - 100%
Sangat Baik
76% - 85%
Baik
60% - 75%
Cukup Baik
55% - 69%
Kurang Baik
          54%
Kurang Sekali
           
10.3 Analisis Korelasi dan Regresi Sederhana
10.3.1 Analisis Korelasi
            Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar kedua variabel tersebut.
            Persamaan korelasi:
Keterangan :   r  = Korelasi
                         n = Jumlah sampel
                        X = variabel Independen
                        Y = Variabel Dependen                           (Arikunto, 2010:213)
Jika :    r > 0 , korelasi positif
            r  < 0,  korelasi negatif
            r = 0, tidak ada korelasi
            r ± 1, korelasi sempurna         

10.3.2 Analisis Regresi Linear
             Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat atau dengan kata lain untuk mengetahui seberapa jauh perubahan variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat maka digunakan analisis regresi linear.
            Dalam regresi linear pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dibuat persamaanya sebagai berikut :
            Y = a + bX         
Keterangan :
Y : Variabel terikat
X : Variabel bebas
a  : Konstanta bila harga X = 0
b : koefesien regresi
                                                                                    ( Sugiyono, 2012:245 )
10.4. Uji Normalitas Data
            Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis terdistribusi normal atau tidak, karena uji statistik parametris baru dapat digunakan  rumus Karl Pearson dalam bentuk Koefisien Pearson. Langkah-langkah perhitungan yang dilakukan dalam pengujian normalitas data ini yaitu:
1. Menghitung Jumlah kelas Interval
            K = 1 + 3,3 log n
2. Menghitung Rentang Data
            Rank = Data Terbesar – Data Yang Terkecil
3. Menghitung Panjang Kelas
            Panjang Kelas =                                           
4. Menghitung nilai rata-rata dari masing-masing kelompok
           
            Keterangan
             Nilai rata-rata
            xi  = Tanda Kelas Interval
            fi = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas interval
                                                                               (Sudjana, 2002:70)
5. Menghitung  Modus
            Mo = b + p
            Keterangan
            Mo       = Modus
            b          = Batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak
            p          = Panjang kelas interval dengan kelas terbanyak
            b2         = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval berikutnya
            b1            = Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang terbanyak) dikurangi frekuensi interval terdekat sebelumnya.
                                                                            (Sudjana, 2002:77)
6. Menghitung standar devisiasi
            S2 =      
Keterangan
            S2 = Standar devisiasi
            Xi = Tanda kelas interval
            fi  = Frekuensi yang sesuai dengan kelas interval
            n = Banyaknya data
7. Menguji kenormalan data dengan rumus Karl Person dengan bentuk koefisiensi pearson, yaitu :
            Km =
            Km      = Kemencengan
                    = Rata-rata nilai
            Mo       = Modus
            S          = Standar deviasi                                            (Subana, 2000:98)
            Data terdistribusi normal jika (-1<Km<+1)

10.5. Uji Homogenitas Data
            Uji homogenitas data untuk membuktikan kesamaan varians kelompok yang membentuk sampel.
Uji homogenitas data ini dilakukan dengan menggunakan tes Bartlett, yaitu :
1. Menghitung varians gabungan
               S2=
2. Menghitung harga B
               B = (log S2)
3. Uji Bartlett menggunakan statistic Chi Kuadrat
               X2 = (In 10)                            (Sudjana, 2002:263)
            Dimana In 10 = 2,3036 yaitu logaritma asli dari bilangan 10, sedangkan untuk menghitung S2, B, dan X2 dengan menggunakan table penolong yaitu :

TABEL 5
TABEL PENOLONG UJI HOMOGENITAS KELOMPOK SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN TES BARLETT
Sampel
Derajat Kebebasan
1/dk
S12
Log S12
(dk) log S12
1
(n1-1)
1/(n1-1)
Log
(n1-1)
2
(n2-1)
1/(n2-1)
Log
(n2-1)
Jumlah
å (n1-1)
å1/ (n1-1)
-

å (n1-1) Log
Sumber: Sudjana:2002:262
            Uji homogenitas dalam sampel penelitian ini digunakan taraf nyata (σ) = 0,05 dan dk = k – 1 dan peluang (1 - σ) sehingga kedua sampel dinyatakan berasal dari populasi yang sama atau homogeny apabila X2 hitung < X2 tabel.

10.6. Uji Hipotesis
            Untuk melihat pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis nilai terhadap sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa digunakan teknik statistik uji – t, setelah sebelumnya lebih dulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dan data dinyatakan terdistribusi normal dan sampel berasal dari populasi yang sama maka uji-t yang digunakan yaitu:
           
                                                                        (Sudjana, 2002:239)
       = Varians kelompok eksperimen
       = Varians kelompok kontrol
          = Sampel kelompok eksperimen
          = Sampel kelompok kontrol
       = Nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen
       = Nilai rata-rata siswa kelompok kontrol
            Kriteria penilaian adalah menerima Ho jika thitung < ttabel (1 - σ) dan menoleh Ho jika thitung < ttabel (1 - σ) dimana ttabel (1 - σ), sehingga apabila ttabel (1 - σ) tidak terdapat pada table distribusi t, maka berdasarkan metode tratistika harga t dapat ditentukan besarnya dengan menggunakan rumus interpolasi yaitu :
                                                     (Sudjana, 2002:319)

                                           














Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan

Branson, S. Margaret, et.al. 1998. The Role of Civic Education, A Forthcoming Education Policy Task Force Position. Paper from the Communitarian Network, diakses di www.civiced.org  pada tanggal 11 April 2013.

Budiningsih, Ari. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Budimansyah, Dasim. 2010. Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Pers.

Cholisin. 2005. Pengembangan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Dalam Praktek Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Training of Trainers (ToT) Nasional Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Surabaya.

Depdiknas.2004.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas

Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: rineka cipta.

John J. Patrick. 2000. Introduction to Education for Civic Engagement in Democracy.

Kusuma, Ine Aryani. 2006. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Kajian Deskriptif Naturalistik Tentang Implementasi Kurikulum 2004 Uji Coba Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Purwakarta. Disertasi.Bandung:PPS UPI.

Kusuma, Ine Aryani & Markum Susatim. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia.

Purbarini, Sekar Kawuryan.____. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Sekolah Dasar. Diktat Matakuliah.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soelistyo, Henry. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Subana, dkk. 2000. Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Kreatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahab, Abdul Aziz. 2008. Metode dan Model-model mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung : Alfabeta.

Winarno. 2013. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.


2 komentar:

  1. maaf seblumnyaaa...
    tidak ada yang bentuk pdf atau pun berbentuk jurnalnya buu??

    BalasHapus
  2. Mohon maaf, tidak ada bentuk pdf dan jurnalnya.

    BalasHapus