PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI (MPKnBN) TERHADAP PENINGKATAN SIKAP
KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPOSITION)
SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 INDRALAYA
1.
Latar
Belakang
Salah
satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada
kemampuan anak untuk menghafal informasi, sehingga otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan
sehari-hari. Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka hanya pintar
secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2010:1).
Pendidikan
kita menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, tidak
diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang
dimiliki oleh anak. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan
membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup,
serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan untuk mendapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan melalui proses
belajar mengajar baik formal maupun informal. Senada dengan itu berdasarkan UU
No 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Berdasarkan uraian diatas berarti proses
pendidikan tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai (afektif), begitupun
dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik). Pendidikan
tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai pula signifikansi alih sikap
(transfer of attitude). Hal ini seiring
dengan pendapat Adimihardjo dalam (Kusuma,2010:10), bahwa fungsi pendidikan
yang dibangun dan dikembangkan oleh suatu Negara adalah untuk meningkatkan
peradaban civilization anak bangsa,
agar memiliki nilai-nilai budaya yang lebih tinggi. Melalui peningkatan
peradaban, diharapkan manusia akan berperilaku lebih arif dalam memelihara
keseimbangan hubungan antara sesama manusia, lingkungan dimana mereka hidup,
dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk
mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang telah diuraikan diatas, maka
guru memiliki peranan yang sangat penting untuk transfer knowledge dalam proses belajar mengajar. Kedudukan guru sebagai
tenaga pendidik yang profesional dituntut untuk memiliki berbagai
kompetensi dalam melaksanakan proses pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada BAB IV
Pasal 19 menyatakan bahwa :
Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Dengan demikian seorang guru harus
mengoptimalkan tugasnya dalam melaksanakan proses pembelajaran, proses pembelajaran
yang interaktif dan edukatif, pembelajaran yang tidak hanya terpusat kepada
guru melainkan melibatkan keaktifan siswa yang didalamnya terjadi dialog yang interaktif antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,
ataupun siswa dengan sumber belajar lainnya dalam setiap kegiatan belajar
dikelas. Artinya guru memposisikan dirinya sebagai seseorang yang mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mampu memicu berpikir kritis
siswa.
Belajar,
perkembangan, dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan tindakan
sehari-hari. Secara umum pendidikan dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan
satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar dan perkembangan.
Disamping itu juga, pendidikan merupakan suatu proses interaksi yang mendorong
terjadinya belajar (Dimyati dan Mujiono, 2009: 7).
Menurut
Budiningsih (2005: 20) belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi stimulus dan respon. Oleh karena itu belajar dapat
terjadi kapan dan dimana saja. Sedangkan menurut Sagala (2010: 32) Proses pembelajaran merupakan bagian yang
paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran merupakan suatu
sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan
yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam
memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan pola atau cara yang
logis, sistematis, dan mudah diaplikasikan dalam praktik pembelajaran atau PBM
bagi guru. Senada dengan itu Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011:133)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang
lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara atau pola
yang digunakan untuk
mengaplikasikan rencana proses
belajar mengajar yang sudah disusun.
Dalam
hal ini guru sebagai seorang pendidik, pembimbing, pelatih dan pengajar serta
pemimpin proses pembelajaran dituntut untuk dapat menciptakan iklim belajar
yang menarik, kreatif, efektif dan tidak membuat siswa bosan serta melibatkan interaktif siswa dalam proses
pembelajaran melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat agar tercipta proses
pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain itu, peserta didik dapat
mengekaplorasi relevansi dan kegunaannya dengan arus perkembangan zaman, serta
dapat lebih terbuka, aktif, kreatif, dan demokratis. Disisi lain dari proses
pembelajaran mengharapkan pengembangan keseluruhan ranah sosio-psikologis
peserta didik, yakni ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik yang
menyangkut status, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara.
Menurut Kusuma (2010:81) model pembelajaran berbasis
nilai bertujuan menjadi acuan/petunjuk praktis yang berpola bagi guru dalam
membina peserta didik, agar memiliki tatanan nilai melalui pendekatan
klarifikasi nilai, experiencing learning dan
nilai-nilai yang berkaitan dengan kegiatan dasar manusia yang personalisasikan
pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai, beraktivitas dengan
proses menilai, dan membantu peserta didik menguasai keterampilan menerapkan
proses menilai. Melalui model pembelajaran berbasis nilai diharapkan peserta
didik dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada semua
matapelajaran khususnya matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
matapelajaran yang ada dalam setiap jenjang sekolah, salah satunya adalah
jenjang pendidikan menengah dalam hal ini satuan pendidikan SMA (Sekolah
Menengah Atas). Dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terdapat tiga komponen utama, meliputi: pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge),
keterampilan kewarganegaraan (civic
skills), dan watak kewarganegaraan (civic
disposition), yang perlu dimiliki seorang warga negara agar menjadi cerdas,
berkarakter, dan partisipatif.
Menurut Margaret Stimman Branson (1998) terdapat
tiga kompetensi utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
Dikatakan sebagai berikut,
“What are essential components of a good
civic education? There are three essential components: civic knowledge, civic skill, and civic disposition. The first essential component of civic
education is civic knowledge that concerned with the content or what what
citizens ought to know: the subject matter, if you will. The second essential
component of civic education in a democratic society is civic skill:
intellectual and participatory skills. The third essential component of civic
education, civic dispositions, refer to the traits of private and public
character essential to the maintenance and improvement of constitusional
democracy,”.
Berdasarkan
studi pendahuluan dengan teknik observasi dan wawancara yang telah dilakukan di
SMA Negeri 1 Indralaya dengan guru matapelajaran PKn diketahui bahwa sebelumnya
model pembelajaran ini belum pernah diterapkan disekolah terhadap peningkatan
sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa, selama ini guru telah
menggunakan metode jigsaw, Numbered Head Together, diskusi kelompok
dan ceramah serta metode, strategi, dan model pembelajaran yang baru dari
mahasiswa-mahasiswa PPL, seperti problem
solving. Guru matapelajaran PKn menyebutkan bahwa mereka menggunakan metode
ceramah dan diskusi untuk ketercapaian tujuan pembelajaran, setelah adanya
mahasiswa PPL barulah mereka mengadakan variasi dalam pembelajaran namun untuk
model pembelajaran berbasis nilai masih baru menurut mereka. Hal ini yang
membuat peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran berbasis nilai
pada kelas XI di SMA Negeri 1 Indralaya. Terutama pada kelas XI IPA 2 dan XI
IPA 3, setelah melihat hasil penilaian yang telah dilakukan oleh guru.
Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI
(MPKnBN) TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPOSITION) SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1
INDRALAYA”.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
ada pengaruh penerapan model
pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai (MPKnBN) terhadap peningkatan sikap
kewarganegaraan (Civic Disposition)
siswa pada matapelajaran Pkn di SMA Negeri 1 Indralaya?”
3.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran
berbasis nilai terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran Pkn di SMA Negeri 1
Indralaya.
4.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik itu secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu:
4.1
Secara
Teoritis
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan penerapan model
pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai (MPKnBN) terhadap peningkatan sikap
kewarganegaraan (Civic Disposition)
siswa pada matapelajaran Pkn.
4.2
Secara
Praktis
4.2.1
Bagi
Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan
yang berlebih kepada siswa mengenai penerapan pembelajaran
kewarganegaraan berbasis nilai dalam meningkatkan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa pada matapelajaran
PKn.
4.2.2
Bagi
Guru
Hasil penelitian
ini dapat memberikan informasi bagi guru-guru PKn di SMA Negeri I Indralaya dalam meningkatkan sikap
kewarganegaraan (Civic Disposition)
siswa melalui penerapan model
pembelajaran kewarganegaraan berbasis nilai.
4.2.3
Bagi
Sekolah
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan variasi
pembelajaran PKn khususnya yang
diberlakukan di SMA Negeri I Inderalaya.
4.2.4
Bagi
Peneliti
Dapat dijadikan bekal untuk menjadi tenaga pendidik yang
profesional dengan menerapkan model pembelajaran kewarganegaraan
berbasis nilai terhadap peningkatan sikap kewarganegaraan (Civic Disposition) siswa.
5.
Tinjauan
Pustaka
5.1
Model
Pembelajaran
5.1.1
Pengertian
Model Pembelajaran
Secara
umum model pembelajaran dapat diartikan sebagai landasan praktik dalam proses
pembelajaran. Menurut Sagala (2009: 176) menyatakan bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang mendeskrifsikan dan melukiskan prosedur yang
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk
mencapai tujuan belajar tertentu.
Sedangkan,
menurut Suprijono (2012: 46) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun
tutorial. Senada dengan itu Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011:133)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau
yang lain.
Dari
definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran adalah cara yang
digunakan guru menyampaikan materi ajar yang dijadikan pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dikelas.
5.1.2
Ciri-Ciri
Model Pembelajaran
Berdasarkan Rusman (2011:136) model
pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Berdasarkan
teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai conyoh,
model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori
John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara
demokratis.
2.
Mempunyai
misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3.
Dapat
dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas, misalnya
model Synectic dirancang untuk
memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4.
Memiliki
bagian-bagian model: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip
reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5.
Memiliki
dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1)
Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak
pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6.
Membuat
persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran
yang dipilihnya.
Menurut Wahab (2008:54)
mengatakan bahwa pada umumnya model-model mengajar yang baik memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut:
1.
Memiliki
prosedur yang sistematik.
2.
Hasil
belajar ditetapkan secara khusus.
3.
Penetapan
lingkungan secara khusus.
4.
Ukuran
keberhasilan.
5.
Interaksi
dengan lingkungan.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa,
ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu: 1) memiliki prosedur ilmiah dan
sistematis, 2) hasil belajar yang spesifik, 3) kejelasan lingkungan belajar, 4)
ada kriteria hasil belajar, dan 5) proses pembeljaran yang jelas.
5.2
Model
Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
5.2.1
Pengertian
Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Pendidikan nilai dimaknai sebagai: (a)
penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang; (b) bantuan
terhadap peserta didik, agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta
penempatannnya secara integral dalam keseluruhan hidupnya; (c) pengajaran atau
bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan
bertindak yang konsisten (Mulyana, 2004).
Model pendidikan kewarganegaraan
berbasis nilai (MPKnBN), dimaknai sebagai model pendidikan yang berdimensi
nilai (nilai agama, nilai budaya, nilai pendidikan, dan nilai kebangsaan atau
nasionalisme), moral, dan norma, yang menjadikan seseorang mampu memperjelas
dan menentukan sikap terhadap substansi nilai dan norma dalam sistem dinamika
kehidupan beriman dan berbudaya, pembentukan jati diri, warga negara yang bertanggung
jawab, dan menjadi totalitas suatu bangsa yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air sebagai manusia Indonesia seutuhnya (Kusuma, 2010:15).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai
model pembelajaran PKn berbasis niali diatas penulis menyimpulkan bahwa model
pembelajaran PKn berbasis nilai merupakan model pembelajaran berbentuk
penanaman nilai yang dapat memberikan kepercayaan dan keyakinan pada diri siswa
sehingga terbentuknya jadi diri yang bertanggung jawab dan bertindak konsisten.
5.2.2
Tujuan
Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Penerapan suatu model pembelajaran
dilakukan bukan hanya untuk memudahkan proses penyampaian materi ajar kepada
peserta didik akan tetapi guna memvariasikan pembelajaran yang dilakukan
sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang berbeda dan bermakna disetiap
proses pembelajaran yang dijalaninya, begitupun dengan penerapan model
pembelajaran PKn berbasis nilai.
Tujuan dari model pembelajaran PKn
berbasis nilai adalah “bertujuan menjadi acuan/petunjuk praktis yang berpola
bagi guru dalam membina peserta didik, agar memiliki tatanan nilai melalui
pendekatan klarifikasi nilai dan nilai-nilai yang berkaitan dengan kegiatan
dasar manusia yang dipersonalisasikan pada peserta didik, sehingga peserta
didik dapat memaknai, beraktivitas dengan proses menilai, dan membantu peserta
didik menguasai keterampilan menerapkan proses menilai.” (Kusuma, 2010:81).
Adapun tujuan-tujuan lain dari model
pembelajaran PKn berbasis nilai Kusuma (2010) adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan
para siswa untuk menjadi warga negara yang baik;
2.
Membimbing
peserta didik untuk belajar bagaimana cara berpikir;
3.
Mempelajari
kembali warisan budaya bangsa;
4.
Tindakan
mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai berdasarkan
landasan fundamental nilai agama, nilai budaya, nilai pendidikan, nilai
nasionalime;
5.
Perwujudan
perilaku-perilaku yang bernilai;
6.
Memiliki
kepribadian utuh dengan mental character
and national building.
Dari
beberapa tujuan model pembelajaran PKn berbasis nilai di atas penulis menyimpulkan
tujuan dari model pembelajaran PKn berbasis nilai adalah untuk menyiapkan siswa untuk menjadi
warga negara yang baik melalui proses menilai.
5.2.3
Langkah-langkah
Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Dalam melaksanakan model pembelajaran
terdapat langkah-langkah yang procedural yang harus dilakukan oleh guru dan
peserta didik, sehingga model pembelajaran yang diinginkan dapat berjalan
dengan baik. Pengkondisian suasana pembelajaran dengan gaya belajar yang
menyenangkan dan nyaman pada setiap proses pembelajaran PKn disekolah, setidaknya
dapat dilakukan melalui langkah kegiatan pembelajaran yang senantiasa diarahkan
pada peningkatan kemampuan peserta didik (Kusuma, 2010:308).
Adapun langkah-langkah penerapan model
pembelajaran PKn berbasis nilai, Kusuma (2010: 309-310), sebagai berikut:
1.
Guru
membentuk kelompok belajar ‘cooperative
learning’ dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta
didik;
2.
Guru
menyajikan materi pembelajaran melalui cara ‘experiencing learning’ dan ‘problem
solving’ dengan memberikan beberapa topik standar kompetensi dan
permasalahan konflik nilai tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk
didiskusikan dalam kelompok belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah
tersebut sesuai dengan pemahaman peserta didik;
3.
Untuk
dapat menggugah daya analisis dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan
mengambil keputusan dari peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran
standar kompetensi didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’ hadiah yang disediakan oleh
peserta didik sendiri dan ‘punishment’
memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
4.
Guru
menyimpulkan pembahasan permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan
dengan tatanan basis nilai sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan
topik standar kompetensi dan pemecahan masalah;
5.
Guru
menekankan urgensi tatanan basis nilai dalam setiap langkah sistem dinamika
hidup manusia, yakni basis nilai kemanusiaan-humanisme, nilai politik:
kebangsaan/nasionalisme dan nilai musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai
seni, nilai ekonomi dan nilai kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia
Indonesia seutuhnya;
6.
Guru
memotivasi pembelajaran untuk meningkatkan analisis agar peserta didik
meningkatkan kemampuan ‘membaca’.
Dari beberapa langkah-langkah di atas dapat disimpulkan langkah-langkah
model pembelajaran PKn berbasis nilai
meliputi pembagian kelompok, pemberian topik, penelaahan, pemberian reward
dan punisment, penyimpulan pembahasan, penekanan urgensi tatanan basis
nilai dan pemberian motivasi.
5.2.4
Kelebihan
Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Model
pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran itu mempunyai kelebihan
tersendiri dibandingkan dengan guru yang tidak memakai model pembelajaran dalam
proses mengajarnya, dan setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan yang
berbeda-beda.
Adapun kelebihan
dari model pembelajaran PKn berbasis nilai, antara lain:
1.
Siswa
belajar lebih aktif;
2.
Siswa
mendapat kejelasan tentang nilai-nilai yang dapat dipertahankan secara moral;
3.
Siswa
terbiasa membangun budaya kerjasama memecahkan masalah dalam belajar;
4.
Membiasakan
siswa bersikap menghargai dan mengapresiasi hasil belajar kawannya. (Purbarini
:7)
Dari beberapa kelebihan model
pembelajaran PKn berbasis nilai penulis menyimpulkan kelebihan model
pembelajaran PKn berbasis nilai adalah dapat membiasakan siswa belajar lebih
aktif, mendapat kejelasan tentang nilai-nilai, membangun budaya kerjasama, dan
menumbuhkan sikap menghargai.
5.2.5
Kelemahan
Model Pembelajaran PKn Berbasis Nilai
Proses pembelajaran yang baik adalah proses
pembelajaran yang menggunakan model yang tepat, karena tidak ada suatu model
pembelajaran yang sempurna, dengan kata lain setiap model pembelajaran terdapat
kelemahan didalamnya.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran PKn
berbasis nilai, antara lain:
1.
Masalah
nilai (value) merupakan masalah
abstrak, sehingga sulit diungkap secara kongkrit;
2.
Terjadinya
perbedaan pendapat dalam masalah nilai sulit dihindari, sehingga kadang-kadang
mengundang kebingungan para siswa;
3.
Masalah
nilai adalah masalah apa yang diinginkan, seharusnya (normatif), karenanya
sering terdapat kesenjangan dengan apa yang terjadi dalam praktek nyata
(empiris). (Purbarini:7)
Dari ketiga poin
kelemahan model pembelajaran PKn berbasis nilai dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran PKn berbasis nilai mempunyai kelemahan dalam proses pelaksanaannya
diantaranya masalah nilai masih abstrak sehingga terjadi perbedaan pendapat dan
kadang mengundang kebingungan siswa serta
sering
terdapat kesenjangan antara apa yang terjadi dalam praktek nyata (empiris)
dengan seharusnya (normatif).
5.3
Sikap
Kewarganegaraan (Civic Disposition)
5.3.1
Pengertian
Sikap Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Civic
disposition merupakan salah satu komponen pendidikan
kewarganegaraan. Civic disposition diterjemahkan
sebagai watak, sikap, atau karakter kewarganegaraan. Ada juga yang menyebutnya
sebagi nilai kewarganegaraan (civic value).
Branson (1998) menyatakan sebagai berikut: “The
third essential component of civic education, civic disposition, refers to the
traits of privat and public character essential to the maintenance and
improvement of contitusional democracy”.
Selanjutnya dikatakan,
“Civic dispositions, like civic skills,
develop slowly over time and as a result of what one learns and experiences in
the home, school, community, and organizations of civil society. Those
experiences should engender understanding that democracy requires the
responsible self governance of each individual; one cannot exist without the
other. Traits of private character such as moral responsibility, self
discipline, and respect for the worth and human dignity of every individual are
imperative. Traits of public character are no less consequential. Such traits
as public spiritedness, cicility, respect for the rule of law, critical
mindedness, and willingness to listen, negotiate, and compromise are
indispensable to democracy’s success.”(Branson,1998)
Watak/sikap
kewarganegaraan (civic disposition)
sebagai komponen dasar ketiga civic
education menunjuk pada karakter publik maupun privat yang penting bagi
pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan
sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai
akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah,
sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya
membangkitkan pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan
mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti
tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak
kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan
main (rule of law), berpikir kritis,
dan kemauan untuk mendengar, bernegoisasi dan berkompromi merupakan karakter
yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
John J Patrick dalam “Introduction to Education for Civic
Engagement in Democracy” (2003), menyebut civic disposition sebagai disposition
of citizenship in a democracy yang terdiri atas:
1.
Affirming
the common and equal humanity and dignity of each person.
2.
Respecting,
protecting, and exercising rights prossessed equally by each person.
3.
Participating
responsibly in the political and civic life of the community.
4.
Practicing
self-government and supporting government by consent of the governed.
5.
Exemplifying
the moral traits of democratic citizenship.
6.
Promoting
the common good.
Sedangkan menurut
Cholisin (2005:8) karakter kewarganegaraan (civic
dispositions) merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap warga negara
untuk mendukung efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik
yang sehat, berkembangnya martabat dan harga diri dan kepentingan umum. Dari
beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa civic disposition adalah salah satu
komponen pendidikan kewarganegaraan, yang sering terjemahkan dengan watak,
sikap, karakter, yang harus dimiliki setiap warga negara.
5.3.2
Indikator
Sikap Kewarganegaraa (Civic Disposition)
Branson (1998) mengemukakan bahwa
indikator dari sikap kewarganegaraan (civic disposition) dibedakan menjadi dua,
yaitu karakter privat, dan publik. “Traits
of private character such as moral responsibility, self discipline, and respect
for the worth and human dignity of every individual are imperative. Traits of
public character are no less consequential. Such traits as public spiritedness,
cicility, respect for the rule of law, critical mindedness, and willingness to
listen, negotiate, and compromise are indispensable to democracy’s success” (Branson,1998).
Karakter privat seperti
tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak
kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan
main (rule of law), berpikir kritis,
dan kemauan untuk mendengar, bernegoisasi dan berkompromi merupakan karakter
yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
Oleh karena itu ciri-ciri watak/karakter
privat (pribadi) dan karakter publik (kemasyarakatan) yang utama meliputi:
1.
Menjadi
anggota masyarakat yang independen (mandiri).
Karakter ini merupakan keputusan secara
suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab atas segala
konsekuensi yang timbul dari perbuatannya serta menerima kewajiban moral dan
legal dalam masyarakat demokrasi.
2.
Memenuhi
tanggung jawab personal kewarganegaraan kewarganegaraan di bidang ekomoni dan
politik.
Yang
termasuk karakter ini, antara lain :
·
Mengurusi diri sendiri;
·
Memberi nafkah/menopang keluarga;
·
Merawat, mengurus dan mendidik anak;
·
Mengikuti informasi tentang issue-isue
publik;
·
Memberikan suara;
·
Membayar pajak;
·
Menjadi saksi pengadilan;
·
Memberikan pelayanan kepada masyarakat;
·
Melakukan tugas kepemimpinan sesuai
dengan bakat dan kemampuan sendiri/ masing-masing.
3.
Menghormati
harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu.
Yang termasuk karakter ini, antara lain:
·
mendengarkan pendapat orang lain;
·
berperilaku santun (bersikap sopan;
·
menghargai hak dan kepentingan sesama
warganegara;
·
mematuhi prinsip aturan mayoritas, namun
tetap menghargai hak minoritas untuk berpendapat.
4.
Berpartisispasi
dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan efektif.
Karakter ini menghendaki pemilikan
informasi yang luas sebelum memberikan suara (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik, keterlibatan dalam
diskusi yang santun dan serius, dan memegang kendali kepemimpinan yang sesuai.
Juga menghendaki kemampuan membuat evaluasi kapan saatnya kepentingan pribadi
sebagai warga negara dikesampingkan demi kepentingan umum dan kapan seseorang
karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional untuk menolak tuntutan-tuntutan
kewarganegaraan tertentu.
Sifat-sifat warganegara yang dapat
menunjang karakter berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan (publik),
diantaranya:
a) Keberadaan
(civility),
b) Menghormati
hak-hak orang lain,
c) Menghormati
hukum,
d) Jujur,
e) Berpikiran
terbuka,
f) Berpikir
kritis,
g) Bersedia
melakukan negosiasi dan berkompromi,
h) Ulet/
tidak mudah putus asa,
i)
Berpikiran kewarganegaraan,
j)
Keharuan/memiliki perasaan kasihan,
k) Patriotisme,
l)
Keteguhan hati,
m) Toleran
terhadap ketidakpastian.
5.
Mengembangkan
fungsi demokrasi konstitusional yang sehat.
Karakter ini mengarahkan warganegara
agar bekerja dengan cara-cara damai dan legal dalam rangka mengubah
undang-undang yang dianggap tidak adil dan bijaksana. Yang termasuk dalam
karakter ini, antara lain:
·
Sadar informasi dan kepekaan terhadap
urusan-urusan publik;
·
Melakukan penelaahan terhadap
nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional;
·
Memonitor keputusan para pemimpin
politik dan lembaga-lembaga publik dalam penerapan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip konstitusional dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan
apabila terdapat kekurangannya.
Dapat disimpulkan, secara sederhana indikator
dari sikap kewarganegaraan (civic disposition), yaitu:
1. Bertanggung
jawab.
2. Jujur.
3. Mandiri.
4. Berpikir
kritis.
5. Sopan.
6. Mau
mendengar.
7. Bernegosiasi.
8. Mau
berkompromi.
5.4. Matapelajaran PKn
5.4.1. Pengertian Matapelajaran PKn
Matapelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang ada dalam setiap jenjang
pendidikan dari mulai jenjang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi,
matapelajaran PKn adalah suatu matapelajaran yang memfokuskan kepada
pembentukan karakter peserta didik untuk
menjadi seorang yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dan untuk menjadi warga negara yang baik sesuai yang diamanatkan oleh pancasila dan
UUD 1945. Hal ini sesuai dengan Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (2006:232) yang menyatakan bahwa:
Matapelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan matapelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dimanatkan
Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
matapelajaran PKn adalah matapelajaran
yang ditujukan untuk pembentukan warga negara Indonesia yang baik sesuai
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
5.4.2. Tujuan Matapelajaran PKn
Matapelajaran PKn
mempunyai tujuan dalam keberadaannya disetiap jenjang pendidikan, sebagaimana
yang tertuang dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang
diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:232) adalah sebagai
berikut:
1.Berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2.Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi;
3.Berkembang
secara posistif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa
lainnya;
4.Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak
langsungdengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat
disimpulkan bahwa matapelajaran PKn dapat dijadikan sebagai pedoman bagi
peserta didik terkhusus guru sebagai pendidik, pembimbing dan pelatih dalam
dunia pendidikan bahwa dengan
matapelajaran PKn kita diharapkan untuk dapat mengembangkan karakter diri
sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan dapat berpartisipasi aktif untuk
bertanggungjawab dalam urusan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5.4.3. Visi dan Misi Matapelajaran
PKn
Matapelajaran
PKn memiliki visi dan misi yang hendak
dicapai. Berdasarkan Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (235:2006) visi dan misi matapelajaran
PKn adalah sebagai berikut:
Visi
matapelajaran PKn adalah terwujudnya suatu matapelajaran yang berfungsi sebagai
sarana pembinaan watak bangsa dan pemberdayaan warga negara. Sedangkan misi
matapelajaran PKn adalah membentuk warga
negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Hal ini sejalan dengan Kurikulum
Depdiknas (2004:3) mengenai visi dan misi matapelajaran PKn bahwa :
Visi
matapelajaran PKn adalah terwujudnya suatu matapelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
bangsa (national and character building)
dan pemberdayaan warga negara, sedangkan misinya adalah warga negara yang baik,
yakni warga negara yang memiliki kesadaran politik, kesadaran hukum dan
kesadaran moral.
Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan visi dan misi matapelajaran PKn adalah untuk mewujudkan warga negara
yang baik, salah satu perwujudannya adalah dengan membentuk karakter bangsa
yang sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia.
5.4.4. Ruang Lingkup Matapelajaran PKn
Keberadaan
matapelajaran PKn disetiap jenjang pendidikan memiliki ruang lingkup yang
berbeda dengan matapelajaran yang lainnnnya.Berdasarkan Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(2006: 232-234) bahwa ruang lingkup matapelajaran PKn meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1.
Persatuan
dan kesatuan bangsa meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap
positif terhadap negara kesatuan republik indonesia, partisipasi dalam
pembelaan negara, sikap positif terhadap negara kesatuan reublik Indonesia,
keterbukaan dan jaminan keadilan;
2.
Norma,
hukum dan peraturan meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib
disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, peraturan-peraturan daerah,
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan
nasional, hukum dan peradilan internasional;
3.
Hak
asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM;
4.
Kebutuhan
warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat,menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga
negara;
5.
Konstitusi
negara meliputi: proklamasi kemerdekaan pertama, konstitusi-kontitusi yang
pernah digunakan diindonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi;
6.
Kekuasaan
dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan, pemerintah daerrah dan
daerah otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik,
budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam
masyarakat demokrasi;
7.
Pancasila
meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara, proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengalaman nila-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka;
8.
Globalisasi
meliputi: globaisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia diera
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi
internasonal, dan mengevaluasi globalisasi.
Dari beberapa uraian di atas penulis
menyimpulkan bahwa ruang lingkup dari matapelajaran PKn meliputi persatuan dan
kesatuan, norma, hukum dan peratuan lainnya, HAM, kebutuhan warga negara,
konstitusi negara, kekuasaan, Pancasila dan globalisasi.
5.5
Kerangka
Berpikir
Uma Sekaran (dalam Sugiono, 2012:93) mengemukakan
bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting.
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar
variabel yang akan diteliti, yang akan dirumuskan dalam paradigma penelitian.
Tahap Pelaksanaan
|
Penerapan model pembelajaran
berbasis nilai
|
Studi Pendahuluan
-
Studi
literatur
-
Studi
lapangan
-
Kondisi
siswa
-
Pendapat
guru
-
Menentukan
objek penelitian yaitu siswa SMA
|
Menyusun
instrumen penelitian dan pembelajaran
|
Observasi civic disposition pra penerapan
model pembelajaran berbasis nilai
|
Tahap
Persiapan
|
Observasi civic disposition pasca penerapan
model pembelajaran berbasis nilai
|
Tahap Akhir
|
Pengolahan data dan Analisis
data penelitian
|
Pembahasan dan penyusunan
laporan penelitian
|
Kesimpulan
|
Bagan
1. Kerangka Berpikir
6. Anggapan Dasar
Dalam melaksanakan penelitiannya seorang
peneliti harus mempunyai sesuatu yang diyakini sebagai tempat awal berpijak
dalam melaksanakan penelitiannya.
Menurut Arikunto (2010:63) “anggapan dasar adalah
sesuatu yang diyakini kebenaran oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai
hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.”
Sedangkan menurut Winarno Surakhman (dalam Arikunto, 2010: 104) “anggapan dasar
adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh
penyelidik”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh
peneliti yang dipakai tempat berpijak dalam melaksanakan penelitiannya. Adapun
anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1.
Model pembelajaran berbasis nilai
merupakan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran
berbentuk penanaman nilai yang memberikan kepercayaan dan keyakinan pada diri
siswa untuk menjadi warga negara yang baik.
2.
Sikap kewarganegaraan (civic disposition) dapat dilihat dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran berupa
kegiatan afektif dalam menyelesaikan permasalahan seperti bertanggung jawab,
jujur, mandiri, berpikir kritis, sopan, mau mendengar, bernegosiasi, dan mau
berkompromi.
7.
Hipotesis
Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara
dari peneliti atas permasalahan penelitian yang menjadi objek dalam penelitian
yang sedang ditelitinya. Menurut Arikunto (2010:112) “hipotesis adalah
pernyataan penting kedudukannya dalam penelitian”. Sedangkan menurut Sugiono
(2012:99) “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan”. Hal ini sejalan dengan Subana (2000: 112) yang menyatakan
bahwa “hipotesis juga menjadi kendali bagi seorang peneliti agar arah
penelitian sesuai dengan tujuan penelitiannya”.
Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang berisi dugaan
sementara terhadap permasalahan penelitian dan mempunyai kedudukan penting
dalam penelitian serta dianggap paling tinggi tingkat kebenarannya dan
memerlukan data untuk menguji kebenaran dugaan.
Adapun jenis hipotesis dalam penelitian
ini adalah hipotesis alternatif atau kerja (Ha) dan Hipotesis nol (Ho)
sedangkan bentuk hipotesis dalam penelitian ini adalah bentuk hipotesis asosiatif yang merupakan jawaban
sementara terhadap masalah penelitian yang menanyakan hubungan dua variabel,
dalam hal ini menyanakan hubungan penerapan metode pembelajaran berbasis nilai
terhadap sikap kewarganegaraan (civic
disposition) siswa:
Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari
penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam meningkatkan sikap
kewarganegaraan (civic disposition)
siswa pada matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 1 Inderalaya.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan
dari penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam meningkatkan sikap
kewarganegaraan (civic disposition)
siswa pada matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 1 Inderalaya.
8.
Metodologi
Penelitian
8.1
Variabel
Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu yang
dijadikan atribut dalam penelitian dan yang menjadi pusat perhatian dalam
penelitian seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiono (2012:63) “variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya”.
Sedangkan menurut Arikunto (2010:161) “
variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian”. variabel juga merupakan sesuatu yang dapat diukur, hal ini sejalan
dengan pendapat Kountur (2009:47) “ciri khas dari variabel adalah sesuatu yang
dapat diukur”.
Dari beberapa definisi variabel dapat
disimpulkan bahwa variabel penelitan adalah segala sesuatu yang dapat diukur
dan ditetapkan oleh peneliti serta
menjadi pusat perhatian dalam penelitiannya untuk dipelajari guna mendapat
informasi yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan.Variabel dalam penelitian
ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel X (variabel independen/bebas) dan
variabel Y (variabel dependen/terikat) antara lain sebagai berikut:
1. Penerapan
model pembelajaran berbasis nilai (Variabel Bebas).
2. Sikap
kewarganegaraan (civic disposition),
(Variabel terikat).
8.2
Definisi
Operasional Variabel
8.2.1
Model
Pembelajaran Berbasis Nilai
Yang
dimaksud penerapan model pembelajaran berbasis nilai dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran
pada matapelajaran PKn dikelas XI SMA negeri 1 Inderalaya, pada pokok bahasan
sistem hukum dan peradilan internasional dengan standar kompetensi menganalisis
sistem hukum dan peradilan internasional yang berbentuk penanaman nilai. Adapun indikator dalam model pembelajaran
berbasis nilai adalah:
1.
Guru membentuk kelompok belajar ‘cooperative learning’ dengan berbagai
pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta didik;
2.
Guru menyajikan materi pembelajaran
melalui cara ‘experiencing learning’
dan ‘problem solving’ dengan
memberikan beberapa topik standar kompetensi dan permasalahan konflik nilai
tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk didiskusikan dalam kelompok
belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut sesuai dengan pemahaman
peserta didik;
3.
Untuk dapat menggugah daya analisis
dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan mengambil keputusan dari
peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran standar kompetensi
didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’
hadiah yang disediakan oleh peserta didik sendiri dan ‘punishment’ memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
4.
Guru menyimpulkan pembahasan
permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan dengan tatanan basis nilai
sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan topik standar kompetensi dan
pemecahan masalah;
5.
Guru menekankan urgensi tatanan basis
nilai dalam setiap langkah sistem dinamika hidup manusia, yakni basis nilai
kemanusiaan-humanisme, nilai politik: kebangsaan/nasionalisme dan nilai
musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai seni, nilai ekonomi dan nilai
kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia Indonesia seutuhnya;
6.
Guru memotivasi pembelajaran untuk
meningkatkan analisis agar peserta didik meningkatkan kemampuan ‘membaca’.
8.2.2
Sikap
Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Yang dimaksud sikap kewarganegaraan (civic disposition) dalam penelitian ini
adalah sikap siswa pada kegiatan belajar pada saat proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang meliputi bertanggung jawab, jujur, mandiri,
berpikir kritis, sopan, mau mendengar, bernegosiasi, dan mau berkompromi.
Adapun indikator-indikator sikap kewarganegaraan (civic disposition) dalam penelitian ini adalah:
1. Bertanggung
jawab.
2. Jujur.
3. Mandiri.
4. Berpikir
kritis.
5. Sopan.
6. Mau
mendengar.
7. Bernegosiasi.
8. Mau
berkompromi.
8.3
Populasi
dan Sampel
8.3.1
Populasi
Dalam penelitian terdapat populasi yang
merupakan keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu
yang telah ditetapkan oleh peneliti, menurut Sugiyono (2012:119) “populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan
menurut Arikunto (2010:173) “populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian”.
Dari beberapa definisi populasi di atas
dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek atau objek
penelitian yang menjadi fokus peneliti dalam penelitiannya untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
SMA Negeri I Inderalaya yang berjumlah 552 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 1 berikut ini:
TABEL
1
POPULASI PENELITIAN
NO
|
KELAS
|
JUMLAH
SISWA
|
TOTAL
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1
|
Kelas X A
|
6
|
25
|
31
|
Kelas X B
|
7
|
25
|
32
|
|
Kelas X C
|
5
|
24
|
29
|
|
Kelas X D
|
7
|
24
|
31
|
|
Kelas X E
|
7
|
23
|
30
|
|
Kelas X F
|
6
|
26
|
32
|
|
2
|
Kelas XI IPA I
|
7
|
26
|
33
|
Kelas XI IPA II
|
8
|
24
|
32
|
|
Kelas XI IPA III
|
6
|
25
|
31
|
|
Kelas XI IPS I
|
9
|
18
|
27
|
|
Kelas XI IPS II
|
9
|
17
|
26
|
|
Kelas XI IPS III
|
9
|
17
|
26
|
|
3
|
Kelas XII IPA I
|
9
|
22
|
31
|
Kelas XII IPA II
|
8
|
21
|
29
|
|
Kelas XII IPA III
|
11
|
19
|
30
|
|
Kelas XII IPS I
|
13
|
23
|
36
|
|
Kelas XII IPS II
|
12
|
22
|
34
|
|
Kelas XII IPS III
|
12
|
20
|
32
|
|
Total
Populasi
|
|
|
552
|
Sumber data: Tata Usaha SMA Negeri 1
Inderalaya
8.3.2
Sampel
Seorang
peneliti harus memiliki sampel dalam melaksanakan penelitiannya sehingga
penelitian dapat dilakukan dengan mudah dan terfokus. Menurut Sugiyono
(2012:120) “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut”. Begitupun yang dikatakan oleh Arikunto (2010:174)
“sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti”. Teknik pemilihan sampel pada peneltian ini adalah purposive sampling, yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian
ini peneliti memilih seluruh kelas XI, teknik ini dimulai dengan cara melihat
nilai hasil ujian semester dan proses pembelajaran siswa secara langsung, dan
kemudian didapatkan kelas XI IPA III
sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA II sebagai kelas eksperimen
dikarenakan kelas XI IPA II dan kelas XI IPA III merupakan dua kelas yang taraf
sikap kewarganegaraanny masih kurang bila dibandingkan dengan kelas-kelas
lainnya dan niai hasil ujian semester sebagian siswanya masih banyak yang belum
mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 2 berikut ini:
TABEL
2
SAMPEL
PENELITIAN
NO
|
KELAS
|
JUMLAH SISWA
|
TOTAL
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1.
|
Kelas
Eksperimen (XI IPA 2)
|
8
|
24
|
32
|
2.
|
Kelas
Kontrol (XI IPA 3)
|
6
|
25
|
31
|
Total Sampel
|
|
|
62
|
8.4
Langkah-Langkah
Penelitian Eksperimen
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan metode quasi
eksperimental design, adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:
Langkah-langkah eksperimen dalam penelitian ini
adalah:
1. Penelitian
ini menggunakan penelitian quasi
eksperimental design, dengan tipe pretest-posttest
nonequivalent-group design . dimana peneliti akan melakukan observasi
sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan pada kelas eksperimen, serta akan
melakukan observasi sebelum dan sesudah pada kelas kontrol yang diberikan placebo. Untuk penentuan kelas eksperimen
dan kelas kontrol peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling dengan cara pengamatan langsung dalam proses
pembelajaran seluruh kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dari hasil pengamatan tersebut didapat untuk kelas eksperimen yaitu kelas XI
IPA II dengan jumlah 32 orang siswa dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPA III
dengan jumlah siswa 31 orang siswa.
2. Membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai panduan peneliti dalam mengajar dan
mengimplementasikan penerapan model pembelajaran berbasis nilai pada kelas
eksperimen yang dilakukan 6 kali pertemuan dengan pokok bahasan sistem hukum
dan peradilan internasional. Dengan standar kompetensi menganalisis sistem
hukum dan peradilan internasional. Pada kelas eksperimen akan diberikan
perlakuan dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis nilai dan kelas
kontrol akan diterapkan model pembelajaran
yang biasa dipakai oleh guru bidang studi.
3. Untuk
melihat sikap kewarganegaraan (civic
disposition) siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol maka pada saat
proses pembelajaran dilakukan observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
4. Setelah
diperoleh nilai keaktifan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol,
selanjutnya dilakukan uji hipotesis
untuk melihat pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis nilai terhadap
sikap kewarganegaraan (civic disposition)
siswa.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
1.
Kelas Eksperimen
a. Menentukan
pokok bahasan yaitu sistem hukum dan peradilan internasional. Dengan standar
kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional sebanyak 6
kali pertemuan. Penerapan model pembelajaran berbasis nilai dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
- Guru
membentuk kelompok belajar ‘cooperative
learning’ dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang disenangi peserta
didik;
- Guru
menyajikan materi pembelajaran melalui cara ‘experiencing learning’ dan ‘problem
solving’ dengan memberikan beberapa topik standar kompetensi dan
permasalahan konflik nilai tentang realita kehidupan pada peserta didik untuk
didiskusikan dalam kelompok belajar dan ditemukan solusi pemecahan masalah
tersebut sesuai dengan pemahaman peserta didik;
- Untuk
dapat menggugah daya analisis dalam rangka memecahkan masalah dan keterampilan
mengambil keputusan dari peserta didik, guru mengkemas materi pembelajaran
standar kompetensi didiskusikan di muka kelas dengan imbalan ‘reward’ hadiah yang disediakan oleh
peserta didik sendiri dan ‘punishment’
memberi hiburan menyanyi untuk teman-temannya;
- Guru
menyimpulkan pembahasan permasalahan setiap standar kompetensi mengkaitkan
dengan tatanan basis nilai sebagai esensi fondasi kehidupan berkaitan dengan
topik standar kompetensi dan pemecahan masalah;
- Guru
menekankan urgensi tatanan basis nilai dalam setiap langkah sistem dinamika
hidup manusia, yakni basis nilai kemanusiaan-humanisme, nilai politik:
kebangsaan/nasionalisme dan nilai musyawarah-demokrasi, nilai iptek, nilai
seni, nilai ekonomi dan nilai kesehatan bagi warga Negara menjadi manusia
Indonesia seutuhnya;
- Guru
memotivasi pembelajaran untuk meningkatkan analisis agar peserta didik
meningkatkan kemampuan ‘membaca’.
b. Mengadakan
penilaian terhadap sikap kewarganegaraan (civic
disposition) siswa berdasarkan pedoman observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
c.
Melakukan penyebaran angket pada
akhir pembelajaran untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan model
pembelajaran berbasis nilai.
2.
Kelas Kontrol
a. Menentukan
pokok bahasan yaitu sistem hukum dan peradilan internasional. Dengan standar
kompetensi menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional sebanyak 6 kali
pertemuan dengan tidak mengggunakan model pembelajaran berbasis nilai, tetapi
menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru bidang studi.
b. Mengadakan
penilaian terhadap berdasarkan pedoman observasi sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa .
9.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data sesuai dengan
yang diharapkan maka dalam penelitian peneliti
menggunakan dua metode pengunpulan data, yaitu:
9.1
Metode
Observasi
Ada beberapa
definisi observasi, diantaranya adalah:
Menurut Hadi yang dikutip oleh Sugiyono (2012:196)
“mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis”.
Adapun menurut Arikunto (2010:199), “metode
observasi adalah metode yang dilengkapi dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrument. Format
yang yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan observasi adalah suatu metode yang dilakukan dalam
pengumpulan data penelitian melalui pengamatan langsung terhadap objek
penelitian yang dilengkapi dengan format dan blangko pengamatan sebagai
instrument.
Metode observasi ini digunakan untuk mendapatkan
data tentang sikap kewarganegaraan (civic
disposition) siswa . Teknik
observasi yang digunakan dalam dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah teknik Observasi Partisipan
dimana dalam teknik ini peneliti dalam melaksanakan observasi secara langsung
dalam mengamati dan mencatat objek dalam penelitian, sehingga observer langsung
bersama objek yang diselidiki. sedangkan teknik observasi dari segi
instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi
terstruktur atau dapat disebut juga dengan teknik observasi sistematik, dalam
hal ini peneliti telah merancang secara sistematis tentang apa yang akan
diamati yang dilengkapi dengan kategori atau indikator yang akan diamati. Yang
diobservasi dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar dikelas serta
aktivitas yang terjadi didalamnya. Dalam hal ini yang diamati dalam proses
belajar mengajar adalah berupa aktivitas-aktivitas siswa. Indikator yang telah
ditetapkan oleh peneliti untuk diamati adalah berupa kegiatan atau aktivitas:
-
siswa dapat bertanggung jawab
-
siswa dapat jujur.
-
siswa dapat mandiri.
-
siswa dapat berpikir kritis.
-
siswa dapat sopan.
-
siswa mau mendengar.
-
siswa dapat bernegosiasi.
-
siswa mau berkompromi.
Adapun dalam pelaksanaan observasi yang terstruktur atau sistematis yang
menggunakan kategori-kategori yang relatif rinci, maka untuk memudahkan dalam
melakukan observasi peneliti menggunakan alat
berupa daftar cek (check list)
sehingga penilaian hanya dengan memberikan tanda check (Ö
) untuk pilihan kategori yang tepat, kemudian dari kategori ini diberikan
penskoran untuk memperoleh nilai sikap kewarganegaraan (civic disposition) siswa.
9.2
Metode
Angket
Ada beberapa pengertian mengenai
angket diantaranya sebagai berikut: Menurut
Arikunto (2010:194) “angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia
ketahui”. Jadi angket adalah suatu cara dalam melakukan pengumpulan data dalam
proses penelitian yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
tentang hal-hal yang diketahuinya secara tidak langsung (peneliti tidak
langsung bertanya jawab dengan responden).
Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data tentang respon dari siswa mengenai efektivitas penerapan model
pembelajaran berbasis nilai pada pembelajaran PKn. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian
ini bila dipandang dari cara menjawab angket adalah jenis angket tertutup karena jawaban yang ada
dalam angket sudah disediakan, responden hanya tinggal memilih saja. Sedangkan
bila dilihat dari jenis angket dari segi bentuknya maka jenis angket yang
digunakan adalah rating-scale (skala
bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan
tingkatan-tingkatan, misalnya dari mulai sangat setuju sampai kesangat tidak
setuju. Angket ini akan diberikan kepada siswa
pada akhir pembelajaran dengan
indikator sebagai berikut:
1. Model
Pembelajaran Berbasis Nilai
-
Dapat memecahkan masalah
-
Membuat kesimpulan permasalahan
-
Dapat mengemukakan pendapat
-
Melaksanakan pembahasan permasalahan
bersama
-
Efektivitas waktu dalam pembelajaran
-
Kelemahan dan kelebihan model
pembelajaran berbasis nilai
2. Sikap
kewarganegaraan (civic disposition)
siswa
-
Bertanggung jawab.
-
Jujur.
-
Mandiri.
-
Berpikir kritis.
-
Sopan.
-
Mau mendengar.
-
Bernegosiasi.
-
Mau berkompromi.
-
Dengan melakukan pengukuran instrument
angket:
Pengukuran angket dalam penelitian ini menggunakan
skala likert. Skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negatif,
yang dapat berupa kata-kata berupa kata-kata antara:
No
|
Pernyataan
|
Skor
|
1
|
Setuju/selalu/
sangat positif diberi skor
|
5
|
2
|
Setuju/
sering/ selalu/ positif diberi skor
|
4
|
3
|
Ragu-ragu/
kadang-kadang/ netral diberi skor
|
3
|
4
|
Tidak
setuju/ hampir tidak pernah/ negatif diberi skor
|
2
|
5
|
Sangat
tidak setuju/tidak pernah/sangat positif diberi skor
|
1
|
Dalam melakukan pengukuran instrumen angket:
1.
Validitas Angket
Digunakan rumus Korelasi Product
Moment, yaitu:
rxy=
Keterangan:
-
rxy =
Koefisien validitas
-
= Perkalian antara x dan y
-
X2 =
Kuadrat nilai x
-
y2 =
Kuadrat nilai y (Arikunto,2010:213)
2.
Reliabilitas Angket
Menggunakan rumus alpha, yaitu:
R11 =
Keterangan:
-
R11 =
Reliabilitas Instrumen
-
K =
Banyaknya soal
-
= Jumlah varian butir
-
=
Varian total (Arikunto,
2010:239) Data yang
diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden dianalisis dengan cara
menjumlahkan seluruh jawaban yang diperoleh dari responden dan menskor sesuai
dengan alternatif jawaban kemudian dikelompokkan berdasarkan indikator
pertanyaan, setelah itu data tersebut dideskripsikan berdasarkan persentase.
10.
Teknik
Analisis Data
10.1
Data
Observasi Sikap Kewarganegaraan (Civic
Disposition) Siswa
Langkah-langkah :
a. Pemberian
tanda check (Ö)
pada tiap deskriptor dilembar observasi
b. Skor
yang diperoleh dikonversikan menjadi nilai dengan rumus, yaitu:
Keterangan:
nm = Jumlah
item dicek dari tiap aspek daftar cek
N = Jumlah
seluruh item dari aspek daftar cek
100 = bilangan tetap
c.
Nilai keaktifan belajar siswa dikonfersikan dengan kategori:
TABEL
3
KATEGORI
TINGKAT KEKTIFAN SISWA
No.
|
Persentase
|
Kategori
|
1.
|
80-100
|
Sangat
aktif
|
2.
|
60-79
|
Aktif
|
3.
|
40-59
|
Cukup
aktif
|
4.
|
20-39
|
Kurang
aktif
|
5.
|
0-19
|
Sangat
kurang aktif
|
10.2.
Data Angket
Untuk mencari persentase digunakan rumus sebagai
berikut :
% =
Dimana, rerata (Mean)
X =
Keterangan:
X = Rata-rata
= Jumlah skor pernyataan siswa
n = Sampel
TABEL
4
Kriteria
Penilaian Angket
Nilai Persentase
|
Kriteria Penilaian
|
86% - 100%
|
Sangat Baik
|
76% - 85%
|
Baik
|
60% - 75%
|
Cukup Baik
|
55% - 69%
|
Kurang Baik
|
≤
54%
|
Kurang Sekali
|
10.3 Analisis Korelasi dan Regresi Sederhana
10.3.1 Analisis Korelasi
Analisis
korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar kedua variabel
tersebut.
Persamaan korelasi:
Keterangan :
r = Korelasi
n = Jumlah sampel
X
= variabel Independen
Y
= Variabel Dependen (Arikunto, 2010:213)
Jika : r > 0 , korelasi positif
r
< 0, korelasi negatif
r = 0, tidak ada korelasi
r ± 1, korelasi sempurna
10.3.2 Analisis Regresi Linear
Untuk mengetahui pengaruh
dari variabel bebas terhadap variabel terikat atau dengan kata lain untuk
mengetahui seberapa jauh perubahan variabel bebas dalam mempengaruhi variabel
terikat maka digunakan analisis regresi linear.
Dalam regresi linear pengaruh satu
variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dibuat persamaanya sebagai
berikut :
Y = a + bX
Keterangan
:
Y :
Variabel terikat
X :
Variabel bebas
a : Konstanta bila harga X = 0
b :
koefesien regresi
(
Sugiyono, 2012:245 )
10.4.
Uji Normalitas Data
Uji
normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis
terdistribusi normal atau tidak, karena uji statistik parametris baru dapat
digunakan rumus Karl Pearson dalam
bentuk Koefisien Pearson. Langkah-langkah perhitungan yang dilakukan dalam
pengujian normalitas data ini yaitu:
1.
Menghitung Jumlah kelas Interval
K = 1 + 3,3 log n
2.
Menghitung Rentang Data
Rank = Data Terbesar – Data Yang
Terkecil
3.
Menghitung Panjang Kelas
Panjang Kelas =
4.
Menghitung nilai rata-rata dari masing-masing kelompok
Keterangan
Nilai rata-rata
xi = Tanda Kelas Interval
fi = Frekuensi yang
sesuai dengan tanda kelas interval
(Sudjana, 2002:70)
5.
Menghitung Modus
Mo = b + p
Keterangan
Mo =
Modus
b =
Batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak
p =
Panjang kelas interval dengan kelas terbanyak
b2 = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval
berikutnya
b1 = Frekuensi pada kelas modus
(frekuensi pada kelas interval yang terbanyak) dikurangi frekuensi interval terdekat
sebelumnya.
(Sudjana, 2002:77)
6.
Menghitung standar devisiasi
S2 =
Keterangan
S2 = Standar devisiasi
Xi = Tanda kelas interval
fi = Frekuensi yang sesuai dengan kelas interval
n = Banyaknya data
7. Menguji kenormalan data dengan rumus Karl Person
dengan bentuk koefisiensi pearson, yaitu :
Km
=
Km = Kemencengan
= Rata-rata nilai
Mo = Modus
S = Standar deviasi
(Subana, 2000:98)
Data
terdistribusi normal jika (-1<Km<+1)
10.5.
Uji Homogenitas Data
Uji
homogenitas data untuk membuktikan kesamaan varians kelompok yang membentuk
sampel.
Uji
homogenitas data ini dilakukan dengan menggunakan tes Bartlett, yaitu :
1.
Menghitung varians gabungan
S2=
2. Menghitung harga B
B
= (log S2)
3. Uji Bartlett menggunakan statistic Chi Kuadrat
X2
= (In 10)
(Sudjana,
2002:263)
Dimana In 10 = 2,3036 yaitu
logaritma asli dari bilangan 10, sedangkan untuk menghitung S2, B,
dan X2 dengan menggunakan table penolong yaitu :
TABEL
5
TABEL
PENOLONG UJI HOMOGENITAS KELOMPOK SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN TES BARLETT
Sampel
|
Derajat Kebebasan
|
1/dk
|
S12
|
Log S12
|
(dk) log S12
|
1
|
(n1-1)
|
1/(n1-1)
|
|
Log
|
(n1-1)
|
2
|
(n2-1)
|
1/(n2-1)
|
|
Log
|
(n2-1)
|
Jumlah
|
å
(n1-1)
|
å1/
(n1-1)
|
-
|
|
å
(n1-1) Log
|
Sumber:
Sudjana:2002:262
Uji homogenitas dalam sampel
penelitian ini digunakan taraf nyata (σ) = 0,05 dan dk = k – 1
dan peluang (1 - σ) sehingga kedua sampel dinyatakan
berasal dari populasi yang sama atau homogeny apabila X2 hitung <
X2 tabel.
10.6.
Uji Hipotesis
Untuk
melihat pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis nilai terhadap sikap
kewarganegaraan (civic disposition)
siswa digunakan teknik statistik uji – t, setelah sebelumnya lebih dulu
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dan data dinyatakan
terdistribusi normal dan sampel berasal dari populasi yang sama maka uji-t yang
digunakan yaitu:
(Sudjana,
2002:239)
=
Varians kelompok eksperimen
=
Varians kelompok kontrol
=
Sampel kelompok eksperimen
=
Sampel kelompok kontrol
=
Nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen
=
Nilai rata-rata siswa kelompok kontrol
Kriteria
penilaian adalah menerima Ho jika thitung < ttabel (1
- σ)
dan menoleh Ho jika thitung < ttabel (1 - σ)
dimana ttabel (1 - σ), sehingga apabila ttabel (1
- σ)
tidak terdapat pada table distribusi t, maka berdasarkan metode tratistika
harga t dapat ditentukan besarnya dengan menggunakan rumus interpolasi yaitu :
(Sudjana,
2002:319)
Daftar
Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Badan
Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar
Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan
Branson,
S. Margaret, et.al. 1998. The Role of
Civic Education, A Forthcoming Education Policy Task Force Position. Paper
from the Communitarian Network, diakses di www.civiced.org
pada tanggal 11 April 2013.
Budiningsih,
Ari. 2010. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Budimansyah,
Dasim. 2010. Penguatan Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara
Pers.
Cholisin.
2005. Pengembangan Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Dalam Praktek Pembelajaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Training of Trainers (ToT) Nasional
Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Surabaya.
Depdiknas.2004.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta:Depdiknas
Dimyati
dan Mudjiono.2002. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: rineka cipta.
John
J. Patrick. 2000. Introduction to
Education for Civic Engagement in Democracy.
Kusuma,
Ine Aryani. 2006. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Kajian Deskriptif
Naturalistik Tentang Implementasi Kurikulum 2004 Uji Coba Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Purwakarta. Disertasi.Bandung:PPS
UPI.
Kusuma,
Ine Aryani & Markum Susatim. 2010. Pendidikan
Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia.
Purbarini,
Sekar Kawuryan.____. Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Sekolah Dasar. Diktat Matakuliah.
Rusman.
2011. Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya,
Wina. 2010. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Soelistyo,
Henry. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak
Cipta dan Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Subana,
dkk. 2000. Statistik Pendidikan.
Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana.
2002. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito.
Sugiono.
2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta.
Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif Kreatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Undang-Undang
No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahab,
Abdul Aziz. 2008. Metode dan Model-model
mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung : Alfabeta.
Winarno.
2013. Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.
maaf seblumnyaaa...
BalasHapustidak ada yang bentuk pdf atau pun berbentuk jurnalnya buu??
Mohon maaf, tidak ada bentuk pdf dan jurnalnya.
BalasHapus